REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Para mantan pegawai KPK yang tergabung dalam IM57+ Institute mengkritisi penundaan pemeriksaan Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali hingga setelah pencoblosan Pemilu 2024. Gus Muhdlor diperiksa dalam kasus dugaan korupsi pemotongan dana insentif pegawai BPPD Sidoarjo.
Ketua IM57+ Institute M Praswad Nugraha menilai penundaan pemeriksaan tersebut menunjukan secara berani KPK telah mengkaitkan proses penegakan hukum dengan kontestasi pemilu.
"Hal tersebut semakin membuat persepsi masyarakat dalam melihat KPK yang tidak netral," kata Praswad dalam keterangannya pada Kamis (8/2/2024).
Sehingga Praswad merasa wajar kalau publik berasumsi negatif terhadap tindak lanjut OTT Sidoarjo. "Dilakukan berurutan dengan kejanggalan dalam penanganan kasus korupsi pasca OTT di Sidoarjo dan deklarasi dukungan dari Bupati terhadap calon Presiden tertentu," ujar Praswad.
Praswad juga memandang penundaan pemeriksaan tersebut bukan membuktikan KPK netral, tetapi membuktikan KPK tidak profesional. Praswad mengamati bukan sekali KPK menangani kasus pada saat pemilu.
"Karena pemilu adalah saat risiko transaksi terjadi secara signifikan dengan tingginya biaya politik," ujar Praswad.
Praswad mengingatkan KPK harus tegak lurus berada rel penegakan hukum. Praswad tak ingin KPK malah ikut masuk dalam rel politik. "Bayangkan apabila KPK sebagai lembaga percontohan malah berbuat sebaliknya, bagaimana lembaga penegak hukum lainnya yang berkoordinasi langsung dengan presiden dapat mencontoh," ujar Praswad.
KPK mengungkapkan Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali bakal diperiksa sebagai saksi pada 16 Februari 2024. Dengan demikian, KPK justru memeriksa Gus Muhdlor setelah hari pencoblosan Pemilu 2024 pada 14 Februari.
KPK beralasan hari pencoblosan tak mengganggu pemeriksaan terhadap Gus Muhdlor. KPK menjamin pemeriksaan ini tak berhubungan dengan situasi politik saat ini. KPK menjamin pemeriksaan terhadap Gus Muhdlor merupakan bagian dari upaya penegakkan hukum.