REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah resmi menetapkan Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali atau Gus Muhdlor sebagai tersangka kasus korupsi hasil pemotongan insentif ASN di Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Kabupaten Sidoarjo. Namun demikian, hingga saat ini yang bersangkutan masih aktif sebagai bupati.
Penjabat (Pj) Gubernur Jawa Timur, Adhy Karyono pun mengungkapkan alasan belum menonaktifkan Gus Muhdlor dari jabatannya. Adhy mengaku, hingga saat ini pihaknya belum menerima surat pemberitahuan resmi dari KPK terkait penetapan tersangka Gus Muhdlor.
"Katanya statusnya tersangka, kita ikuti prosesnya. Kita belum menerima surat dari KPK yang tembusannya ke kami, yang harus dilakukan penahanan dan sejenisnya," kata Adhy setelah mengikuti acara Halal Bihalal dengan bupati/ wali kota se-Jatim di Gedung Negara Grahadi Surabaya, Kamis (18/4/2024).
Adhy mengatakan, dirinya masih menunggu penetapan resmi status tersangka Gus Muhdlor. Jika surat resmi penetapan tersangka telah diterima, Gus Muhdlor akan dinonaktifkan dan secara otomatis Wabup Sidoarjo, Subandi akan menjadi Plt bupati.
"Kalau memang sudah ditetapkan (tersangka resmi) kami akan mengeluarkan surat penunjukan Wakil Bupati (Sidoarjo) sebagai Plt (Bupati)" ujarnya.
Gus Muhdlor sendiri tidak tampak hadir dalam acara Halal Bihalal tersebut. Pada acara tersebut, Pemkab Sidoarjo diwakili Sekretaris Daerah (Sekda) Fenny Apridawati. Namun demikian, Fenny enggan memberi keterangan saat ditanya alasan ketidakhadiran sang bupati.
Dengan ditetapkannya Gus Muhdlor sebagai tersangka dalam kasus ini, artinya sudah ada tiga tersangka yang ditetapkan KPK. Pada 29 Januari 2024 KPK telah menahan dan menetapkan Kasubag Umum dan Kepegawaian Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Kabupaten Sidoarjo Siska Wati (SW) sebagai tersangka.
Selanjutnya pada 23 Februari 2024, KPK kembali menahan dan menetapkan status tersangka terhadap Kepala Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Kabupaten Sidoarjo Ari Suryono (AS) dalam perkara yang sama.