REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Polri merespons secara hukum terkait konten maupun publikasi film Dirty Vote yang diluncurkan di masa-masa tenang Pelihan Umum (Pemilu) 2024. Kadiv Humas Mabes Polri Inspektur Jenderal (Irjen) Sandi Nugroho mengatakan, ranah penilaian hukum atas karya dokumenter tersebut, saat ini ada di Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Polri tak ingin gegabah menilai film tersebut masuk dalam ranah hukum ataupun pelanggaran pemilu.
“Itu (film Dirty Vote) masih di ranahnya di Bawaslu. Bawaslu nanti yang akan melihat apakah itu masuk kampanye gelap, atau mungkin masuk kampanye terselubung, atau yang lainnya,” ujar Sandi saat ditemui di Mabes Polri, Jakarta, Senin (12/2/2024).
Polri, kata Sandi, hanya mengingatkan agar masyarakat tak termakan dengan narasi-narasi kebohongan, ataupun praktik-praktik manipulasi informasi di saat-saat pesta demokrasi sekarang ini.
Film dokumenter Dirty Vote menjadi perbincangan publik sejak perilisannya pada Ahad (11/2/2024), atau satu hari setelah masa tenang H-3 sebelum pencoblosan 14 Februari 2024. Film tersebut disutradarai oleh Dandhy Laksono, aktivis sipil dan lingkungan hidup. Karya dokumenter yang diluncurkan oleh WatchDoc melalui kanal Youtube tersebut menampilkan tiga narator ahli tata negara. Yakni Zainal Arifin Muchtar, Bivitri Susanti, dan Feri Amsari.
Ketiga akademisi, dalam film tersebut menerangkan bagaimana cara-cara pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) melakukan dugaan kecurangan yang sistematis dalam proses penyelenggaraan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024. Film tersebut juga menyampaikan tentang bagaimana pemerintahan saat ini melakukan praktik-praktik kecurangan yang sistematis, dengan penggunaan kewenangan dan jabatan untuk memenangkan salah-satu pasangan calon (paslon) capres-cawapres.
Namun film tersebut, juga membeberkan bagaimana usaha-usaha terselubung lainnya yang dilakukan oleh paslon-paslon capres-cawapres yang didukung oleh pemeritah.
Penayangan film dokumenter tersebut mendapatkan reaksi beragam dari masyarakat. Terutama dari kelompok-kelompok, maupun tim pendukung para paslon.
Dari Tim Kampanye Nasional (TKN) Paslon 02 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming menilai film tersebut sebagai fitnah yang sengaja disebarkan untuk pembusukkan karakter Prabowo-Gibran, pun juga pemerintahan. Sejumlah pendukungnya, pun menilai orang-orang yang terlibat dalam film tersebut terafiliasi ke salah-satu paslon.
Sementara dari Paslon 03 Ganjar Pranowo-Mahfud MD menilai film dokumenter tersebut merupakan karya edukasi yang dibutuhkan masyarakat menjelang pesta demokrasi. Tim Pemenangan Nasilnal (TPN) 03 mengatakan, film tersebut merupakan literasi visual yang diharapkan mampu membangun daya kritis masyarakat yang akan menentukan nasib kepemimpinan nasional. Dari Paslon 01 Anies Rasyid Baswedan-Muhaimin Iskandar, pun menilai film Dirty Vote tersebut merupakan gambaran ringan dari apa yang sebenarnya terjadi di balik proses regenerasi kepemimpinan nasional.
Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla yang merupakan tokoh nasional pendukung Paslon 01 mengatakan, film Dirty Vote tersebut belum mengungkapkan utuh bagaimana pemerintahan saat ini turut campur dan berpihak untuk memenangkan salah-satu paslon dalam Pilpres 2024. Bahkan kata dia, film tersebut baru mengungkap 20 persen dari aksi-aksi pemerintah dalam peran turut serta melakukan kecurangan-kecurangan selama pelaksanaan Pemilu 2024 saat ini.
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement