Selasa 20 Feb 2024 16:08 WIB

Kejagung Dalami Peran Kementerian ESDM dan KLHK Terkait Korupsi Timah

Aktivitas penambangan timah ilegal masuk ke wilayah perhutanan lindung.

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Agus raharjo
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kuntadi memberikan keterangan usai penahanan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G Plate di gedung Jampidsus Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (17/5/2023). Johnny G Plate ditahan terkait kasus dugaan korupsi penyediaan infrastruktur base transceiveer station (BTS) periode 2020-2022. Kasus ini diduga merugikan negara mencapai Rp 8 triliun.
Foto: Republika/Prayogi
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kuntadi memberikan keterangan usai penahanan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G Plate di gedung Jampidsus Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (17/5/2023). Johnny G Plate ditahan terkait kasus dugaan korupsi penyediaan infrastruktur base transceiveer station (BTS) periode 2020-2022. Kasus ini diduga merugikan negara mencapai Rp 8 triliun.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) mengaku bakal mendalami peran sejumlah pejabat di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (Kemen ESDM) dalam pengusutan korupsi penambangan timah PT Timah Tbk di Bangka Belitung.

Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kuntadi mengaku timnya juga akan mendalami peran dari otoritas di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) terkait dengan kasus korupsi yang merugikan perekonomian negara setotal Rp 271 triliun itu.

Baca Juga

Kuntadi menerangkan, pendalaman peran para pejabat di Kementerian ESDM tersebut mengingkat korupsi timah yang dalam penyidikan tersebut dilakukan di lokasi izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah Tbk. Namun eksplorasinya diserahkan ke perusahaan-perusahaan swasta boneka. Pun juga, kata Kuntadi aktivitas penambangan tersebut sebagian ilegal karena dilakukan di kawasan yang tak ada IUP-nya.

Serta aktivitas penambangan timah ilegal tersebut, yang juga masuk ke wilayah-wilayah perhutanan lindung. “Terkait dengan pengawasan lingkungan, dan pertanggung jawaban hukumnya, kita masih terus mendalami pihak-pihak yang (diduga) terlibat di dalam kasus ini. Apakah itu dari kementerian yang mengawasi ada pembiaran, ataupun justru turut serta dalam perbuatan kejahatan di dalamnya, termasuk dari KLHK, dan juga Kementerian ESDM,” kata Kuntadi di Kejagung, Jakarta, Selasa (20/2/2024).

“Apakah nanti ada keterlibatan dari pihak-pihak tersebut? Semua pihak kami pandang perlu untuk dimintai keterangannya. Dan apabila kami temukan di situ ada pelanggaran hukumnya, pasti kami minta pertanggung jawaban hukumnya,” ujarnya menambahkan.

Pengusutan kasus timah PT Timah Tbk menjadi penanganan kasus korupsi dengan kerugian negara terbesar yang ditangani oleh Kejagung. Pada Senin (19/2/2024), Jampidsus bersama tim ahli lingkungan hidup, dan kehutanan Institut Pertanian Bogor (IPB) merilis kerugian perekonomian negara dari dampak kerusakan lingkungan dan ekologi akibat penambangan timah ilegal PT Timah Tbk mencapai Rp 271 triliun.

Nilai kerugian negara tersebut diyakini bakal bertambah. Karena Jampidsus bersama Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) masih menghitung juga kerugian keuangan negara dari aktivitas penambangan timah ilegal di lokasi IUP PT Timah Tbk sepanjang 2015-2023.

Dalam pengusutan kasus tersebut, tim penyidik Jampidsus-Kejagung sudah menetapkan 11 orang sebagai tersangka. Dua diantaranya adalah penyelenggara negara. Yakni Mochtar Riza Pahlevi Tabrani (MRPT) yang ditetapkan tersangka selaku Direktur Utama (Dirut) PT Timah Tbk, dan Emil Emindra (EE), yang dijerat tersangka terkait perannya sebagai Direktur Keuangan (Dirkeu) PT Timah Tbk.

Sembilan tersangka lainnya, adalah pengusaha-pengusaha swasta dari perusahaan-perusahaan penambangan timah. Sepuluh tersangka dijerat dengan sangkaan pokok perbuatan korupsi, dan satu tersangka dijerat obstruction of justice atau perintangan penyidikan.

Adapun konstruksi umum korupsi timah PT Timah Tbk ini, terkait dengan kerjasama eksplorasi kawasan dan penambangan timah di lokasi IUP PT Timah Tbk yang tersebar di tujuh kabupaten dan kota di Provinsi Bangka Belitung. PT Timah Tbk menyerahkan pengerjaan eksplorasi penambangan timah seluas 349,6 ribu Hektare (Ha) ke sejumlah swasta boneka dengan kedok kerja sama peningkatan produksi bijih timah.

Namun, PT Timah Tbk malah membeli hasil penambangan pihak-pihak swasta boneka tersebut dengan modus kontrak kerja sama fiktif. Namun, eksplorasi penambangan tersebut, pun masuk ke kawasan-kawasan hutan lindung, dan perairan juga laut, yang tak memiliki IUP.

Sehingga disebutkan oleh penyidik, kegiatan tersebut merugikan keuangan negara, juga merugikan perekonomian negara berupa kerusakan lingkungan dan ekologi. Profesor Bambang Hero Suharjo sebagai salah satu anggota tim ahli IPB yang dipercaya Jampidsus-Kejagung melakukan penghitungan kerugian akibat kerusakan lingkungan itu mengatakan, nilai kerugiannya mencapai Rp 271 triliun.

Bambang menerangkan, nilai kerugian tersebut terdiri dari tiga klaster. Klaster pertama terkait dengan kerugian lingkungan atau ekologis sebesar Rp 183,70 triliun. Klaster kedua dalam kerugian ekonomi lingkungan sebesar Rp 74,47 triliun.

Terakhir terkait dengan kerugian dalam kewajiban pemulihan lingkungan senilai Rp 12,15 triliun. “Sehingga total kerugian negara dari kerusakan lingkungan hidup setotal Rp 271.069.688.018.700,” kata Bambang di Kejagung, Jakarta, Senin (19/2/2024).

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement