REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi II DPR Guspardi Gaus mengatakan, usulan pembentukan panitia khusus (pansus) hak angket untuk menyelidiki indikasi kecurangan pemilihan umum (Pemilu) 2024 tidaklah tepat. Justru sebaliknya, usulan tersebut dipandangnya sebagai sesuatu yang bersifat politis.
Menurutnya, indikasi kecurangan Pemilu 2024 seharusnya dibawa ke ranah hukum, lewat Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), dan terakhir Mahkamah Konstitusi (MK).
"Kalau ada pelanggaran atau sesuatu yang dirasa tidak sesuai ketentuan terkait pemilu, ada ranah yang diberikan undang-undang kepada siapa pun yang dirugikan, untuk memperkarakan melalui jalur Bawaslu atau Gakkumdu maupun DKPP," ujar Guspardi kepada wartawan, Ahad (25/2/2024).
Di samping itu, ia menjelaskan bahwa untuk mewujudkan hak angket diperlukan persetujuan dari 50 persen anggota DPR. Ia pun mempertanyakan, apakah hak tersebut dapat terjadi saat parlemen memiliki sembilan fraksi di dalamnya.
"Langkah paling tepat untuk merespons dugaan kecurangan itu adalah melaporkannya kepada Bawaslu RI atau ke MK, bukan dibawa ke ranah politis," ujar Guspardi.
Calon presiden (capres) nomor urut 3, Ganjar Pranowo menanggapi pernyataan mantan ketua MK Jimly Asshiddiqie yang menyebut pembentukan panitia khusus (pansus) hak angket di DPR hanya gertakan saja. Tegasnya, hak angket untuk menyelidiki indikasi kecurangan Pemilu 2024 bukanlah gertakan.
"Ya Pak Jimly boleh berkomentar, dia warga negara kok, tapi kami tidak pernah menggertak," ujar Ganjar di Rumah Aspirasi, Jakarta, Jumat (23/2/2024).
"Kami tidak pernah tidak serius," sambungnya.
Menurutnya, menjadi tugas DPR dalam menjalankan fungsi pengawasannya terhadap penyelenggaraan Pemilu 2024. Apalagi sudah banyak temuan yang mengindikasikan adanya kecurangan dalam tahapannya.
"Ada banyak cara sebenarnya, angket boleh atau raker (rapat kerja) Komisi II aja deh segera. Ketika melihat situasi seperti ini, DPR segera raker aja dulu, minimum raker, nanti kesimpulannya bisa apakah ke angket atau yang ke lain," ujar Ganjar.