REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) akhirnya buka suara terkait wacana mengusulkan pembentukan panitia khusus (pansus) hak angket untuk menyelidiki indikasi kecurangan pemilihan umum (Pemilu) 2024. Saat ini, mereka tengah menunggu kajian dari tim khusus Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud.
"Di dalam tim khusus yang kemudian akan memberikan suatu rekomendasi terkait strategi lengkap dengan time tablenya. Termasuk dengan kemungkinan-kemungkinan penggunaan hak angket," ujar Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto di kawasan Menteng, Jakarta, Rabu (28/2/2024).
Tim khusus tersebut juga tengah mengumpulkan berbagai data dan fakta terkait indikasi kecurangan Pemilu 2024. Termasuk menghimpun informasi dari para kelompok pro demokrasi dan pakar telekomunikasi.
"Tim khusus itu adalah tim hukum, Bapak Todung Mulya Lubis sudah melakukan pertemuan-pertemuan terkait pengungkapan fakta-fakta dugaan kecurangan pemilu dari hulu ke hilir," ujar Hasto.
"Ini (tim khusus) langsung ya di bawah arahan dari para ketua umum partai dan juga direction langsung, dipimpin langsung pasangan calon, yaitu Pak Ganjar dan Prof Mahfud MD," sambungnya.
Sebelumnya, Fraksi PDIP DPR sudah satu suara untuk mengajukan pembentukan pansus hak angket untuk menyelidiki indikasi kecurangan Pemilu 2024. Usulan tersebut akan diajukan usai masa reses selesai pada 5 Maret 2024.
"Apakah kita siap mengajukan hak angket? sangat siap. Apakah rakyat juga setuju dengan hak angket? sangat setuju. Apa menggunakan hak angket adalah hak yang konstitusional? Sangat konstitusional dan tidak boleh ada suatu kekuatan pun yang menghambat konstitusi bergerak," ujar anggota Fraksi PDIP DPR Adian Napitupulu di Rumah Aspirasi, Jakarta, Jumat (23/2/2024).
Ia juga mengatakan, pendukung pasangan calon nomor urut 1 dan 3 mendukung pembentukan pansus hak angket tersebut. Sebab, banyak bukti yang menunjukkan adanya indikasi kecurangan Pemilu 2024.
"Hak angket itu diberikan oleh konstitusi kepada DPR dan tidak boleh ada satu orang pun atau satu kekuatan pun melarang hak itu untuk dilakukan oleh DPR," ujar Adian.
"Kalau dia mencoba melarang hal angket itu, artinya yang dia larang itu hak konstitusional," sambungnya menegaskan.