Sabtu 09 Mar 2024 23:09 WIB

Cara Menjadi Pemimpin yang Berprestasi

Pemimpin merupakan teladan banyak orang.

Rep: mgrol151/ Red: Erdy Nasrul
Ilustrasi pemimpin
Foto: Republika/Prayogi
Ilustrasi pemimpin

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemimpin adalah seseorang yang memimpin suatu negara, kelompok, atau keluarga. Menjadi pemimpin memang tidak mudah, harus adil, amanah, dan bisa menjalankan sifat-sifat teladan dari Rasulullah SAW. Namun perlu diperhatikan beberapa poin agar bisa menjadi pemimpin yang baik. Di antaranya yaitu:

Pertama, takut itu wajar

Dalam buku Pengantar Studi Alquran karya Abdul Hamid disebutkan situasi ketika Nabi Muhammad SAW pertama kali diutus menjadi rasul. Beliau, menangis ketakutan hingga meminta Khadijah, istrinya, menyelimutinya. 

Baca Juga

“Wahai Khadijah, apa yang terjadi denganku? Sungguh aku merasa khawatir atas diriku sendiri." Akhirnya Beliau menuturkan kejadian yang dialaminya. Khadijah berkata: "Tidak, bergembiralah engkau."

Maka, perasaan takut itu wajar. Setiap manusia diberikan rasa takut oleh Allah SWT. Bahkan, Nabi Muhammad SAW dalam kisahnya pun awalnya merasa takut ketika diutus menjadi Rasul. Namun, perasaan itu masih bisa dikontrol agar menjadi stabil dan kembali menjalankan amanah-amanah yang sudah ditugaskan. 

2. Kedua, memerlukan dukungan keluarga

Keluarga adalah tempat di mana seseorang dapat berbagi sukacita, kesedihan, dan segala jenis emosi tanpa takut dihakimi. Dalam momen-momen sulit, dukungan emosional dari keluarga dapat menjadi penyemangat yang kuat, memberikan kepercayaan diri dan rasa aman untuk menghadapi tantangan hidup.

Keluarga juga berperan dalam membentuk moral dan nilai-nilai seseorang. Melalui contoh, pembelajaran, dan diskusi, individu belajar tentang pentingnya integritas, kejujuran, dan empati. Dengan dukungan moral yang kuat dari keluarga, seseorang dapat mengembangkan fondasi yang kokoh untuk mengambil keputusan yang baik dan bertanggung jawab dalam kehidupan mereka.

Jika berkaca pada kisah Nabi Muhammad SAW, beliau setelah pertama kali menerima wahyu di Gua Hira kembali ke rumah dan bertemu dengan Khadijah untuk menceritakan kejadiannya di Gua Hira. 

Ketiga, Mengingat kekuatanmu

Dalam perjalanan hidup, seringkali kita terlalu fokus pada kelemahan kita daripada mengenali kekuatan yang kita miliki. Namun, penting bagi seseorang untuk sadar akan kekuatan dalam dirinya karena hal ini dapat menjadi fondasi bagi kepemimpinan yang kuat dan berpengaruh. Orang lain percaya bahwa kita bisa menjadi pemimpin ketika kita mampu mengenali dan memanfaatkan kekuatan yang ada dalam diri kita.

Ketika seseorang diberikan amanah untuk menjadi pemimpin, maka orang orang percaya terhadap kekuatan dan kemampuannya. 

Suatu hari, Abu Dzar berkata, Wahai Rasulullah, tidakkah engkau menjadikanku (seorang pemimpin)? Lalu, Rasul memukulkan tangannya di bahuku, dan bersabda, Wahai Abu Dzar, sesungguhnya engkau lemah, dan sesungguhnya hal ini adalah amanah, ia merupakan kehinaan dan penyesalan pada hari kiamat, kecuali orang yang mengambilnya dengan haknya, dan menunaikannya (dengan sebaik-baiknya). (HR Muslim).

Jadi, dijelaskan dalam hadis di atas, menjadi seorang pemimpin itu harus memiliki sikap yang kuat untuk memimpin suatu kelompok (negara). Jika orang lain memilihmu untuk menjadi pemimpin, maka kamu orang lain sudah mempercayakan hal itu kepadamu. 

Khadijah mengingatkan Nabi Muhammad akan kekuatan akhlaknya. Beliau sudah dipercaya Allah SWT untuk diutus menjadi Rasul, karena Allah SWT percaya bahwa Nabi Muhammad bisa menjalankan amanah-amanah yang Allah berikan.  

Keempat, Meminta nasehat ahli

Temui orang-orang yang memahami peran ini dan mintalah nasehat mereka, sebagaimana Nabi dan Khadijah meminta nasihat dari Waraqa bin Naufal.

Misalnya, menemui ulama, guru, atau seseorang yang pernah mempunyai pengalaman yang sama menjadi pemimpin. Hal tersebut dilakukan agar bisa mengetahui langkah-langkah yang harus dilakukan seorang pemimpin, dan bisa berbagi ilmu tentang kepemimpinan. 

Kelima, dapatkan seorang mentor

 

Lihat halaman berikutnya >>>

 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا رُسُلًا مِّنْ قَبْلِكَ مِنْهُمْ مَّنْ قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَّنْ لَّمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ ۗوَمَا كَانَ لِرَسُوْلٍ اَنْ يَّأْتِيَ بِاٰيَةٍ اِلَّا بِاِذْنِ اللّٰهِ ۚفَاِذَا جَاۤءَ اَمْرُ اللّٰهِ قُضِيَ بِالْحَقِّ وَخَسِرَ هُنَالِكَ الْمُبْطِلُوْنَ ࣖ
Dan sungguh, Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum engkau (Muhammad), di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antaranya ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak ada seorang rasul membawa suatu mukjizat, kecuali seizin Allah. Maka apabila telah datang perintah Allah, (untuk semua perkara) diputuskan dengan adil. Dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil.

(QS. Gafir ayat 78)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement