Jumat 15 Mar 2024 16:00 WIB

Penerimaan Pajak Kripto Capai Rp 539,72 Miliar Sampai Februari 2024

Hingga Februari 2024, penerimaan dari pajak SIPP sebesar Rp 1,67 triliun.

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: Ahmad Fikri Noor
Ilustri mata uang kripto.
Foto: AP/Kin Cheung
Ilustri mata uang kripto.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mencatat, penerimaan pajak kripto telah terkumpul sebesar Rp 539,72 miliar sampai Februari 2024. Penerimaan tersebut di antaranya berasal dari Rp 246,45 miliar penerimaan pada 2022.

Lalu, sebanyak Rp 220,83 miliar pada 2023 dan Rp 72,44 miliar pada 2024. Penerimaan pajak kripto tersebut terdiri dari Rp 254,53 miliar penerimaan PPh 22 atas transaksi penjualan kripto di exchanger dan Rp 285,19 miliar penerimaan Pajak Pertambahan Nilai Dalam Negeri (PPN DN) atas transaksi pembelian kripto di exchanger.

Baca Juga

DJP pun mencatat, penerimaan pajak fintech (P2P lending) sebesar Rp 1,82 triliun pada periode sama. Penerimaan itu berasal dari Rp 446,40 miliar penerimaan tahun 2022, Rp 1,11 triliun penerimaan pada 2023, dan Rp 259,35 miliar penerimaan pada 2024. 

Pajak fintech tersebut terdiri atas PPh 23 atas bunga pinjaman yang diterima WPDN dan BUT sebesar Rp 596,1 miliar, PPh 26 atas bunga pinjaman yang diterima WPLN sebesar Rp 219,72 miliar, dan PPN DN atas setoran masa sebesar Rp 999,5 miliar. Penerimaan pajak atas usaha ekonomi digital lainnya berasal dari penerimaan pajak SIPP. 

Hingga Februari 2024, penerimaan dari pajak SIPP sebesar Rp 1,67 triliun. Penerimaan dari pajak SIPP tersebut berasal dari Rp 402,38 miliar penerimaan tahun 2022, sebesar Rp 1,1 triliun penerimaan pada 2023, dan Rp 151,27 miliar penerimaan pada 2024.

Penerimaan pajak SIPP terdiri dari Pajak Penghasilan (PPh) sebesar Rp 113,85 miliar dan PPN sebesar Rp 1,56 triliun. Guna menciptakan keadilan dan kesetaraan berusaha (level playing field) bagi pelaku usaha baik konvensional maupun digital, pemerintah masih akan terus menunjuk para pelaku usaha Perdagangan Melalui sistem Elektronik (PMSE) yang melakukan penjualan produk maupun pemberian layanan digital dari luar negeri kepada konsumen di Indonesia. 

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Dwi Astuti mengatakan, pemerintah akan menggali potensi penerimaan pajak usaha ekonomi digital lainnya. Meliputi pajak kripto atas transaksi perdagangan aset kripto, pajak fintech atas bunga pinjaman yang dibayarkan oleh penerima pinjaman, dan pajak SIPP atas transaksi pengadaan barang dan atau jasa melalui Sistem Informasi Pengadaan Pemerintah.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا رُسُلًا مِّنْ قَبْلِكَ مِنْهُمْ مَّنْ قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَّنْ لَّمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ ۗوَمَا كَانَ لِرَسُوْلٍ اَنْ يَّأْتِيَ بِاٰيَةٍ اِلَّا بِاِذْنِ اللّٰهِ ۚفَاِذَا جَاۤءَ اَمْرُ اللّٰهِ قُضِيَ بِالْحَقِّ وَخَسِرَ هُنَالِكَ الْمُبْطِلُوْنَ ࣖ
Dan sungguh, Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum engkau (Muhammad), di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antaranya ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak ada seorang rasul membawa suatu mukjizat, kecuali seizin Allah. Maka apabila telah datang perintah Allah, (untuk semua perkara) diputuskan dengan adil. Dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil.

(QS. Gafir ayat 78)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement