REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud akan mendaftarkan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) ke MK akan dilakukan besok atau Sabtu (23/3/2024). Hal yang sama juga dilakukan oleh kubu Anies Rasyid Baswedan-Abdul Muhaimin Iskandar pada hari ini.
Calon presiden (capres) nomor urut 3, Ganjar Pranowo mengatakan bahwa tak ada komunikasi terkait pengajuan gugatan sengketa Pilpres 2024 ke MK. Namun, keduanya memiliki semangat yang sama bahwa tercorengnya proses kontestasi nasional tidak bisa dibiarkan.
"Kami sama-sama punya pikiran bahwa rasanya saya tidak berkomunikasi langsung soal ini, tapi rasa-rasanya kami punya catatan yang sama soal ini, dan kita tidak akan membiarkan," ujar Ganjar di Posko Teuku Umar, Jakarta, Kamis (21/3/2024).
"Apakah nanti dalam persidangan ada kesamaan dan lain sebagainya, nah itu kita lihat di persidangan saja. Sehingga saya ingin menjadi fair dan tidak ada agenda-agenda lain, kolaborasi-kolaborasi yang terkait dengan agenda tertentu, tidak," sambungnya.
Dalam sebulan terakhir, ia bersama Mahfud MD mendengarkan cerita masyarakat terkait tercorengnya pelaksanaan pemilihan umum (Pemilu) 2024. Mulai dari diloloskannya Gibran menjadi calon wakil presiden (cawapres), politisasi bantuan sosial (bansos), hingga pengerahan aparat negara.
Hal tersebut tentu mencoreng harapan masyarakat yang menginginkan Pemilu 2024 dilaksanakan dengan langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil (luber jurdil). Sebaliknya, pencorengan demokrasi justru terjadi selama proses pelaksanaannya.
"Maka setelah pengumuman tadi malam, tim Ganjar-Mahfud sudah bersepakat kalaulah semuanya ini harus diluruskan agar demokrasi bisa berjalan dengan baik, maka benteng terakhirnya adalah Mahkamah Konstitusi," ujar Ganjar.
Menurutnya, sekarang adalah momentum terbaik bagi MK untuk mengembalikan muruah lembaganya dan demokrasi Indonesia. Ia harap sembilan hakim konstitusi menunjukkan kredibilitasnya dalam mengawal gugatan sengketa Pilpres 2024.
"Setelah dulu ada putusan MKMK, setelah juga kita melihat penyelenggara mendapatkan hukuman etik, maka tentu saja kita harus mengembalikan kredibilitas demokrasi kita menjadi ini jauh lebih baik," ujar mantan gubernur Jawa Tengah itu.