REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahkamah Konstitusi (MK) mulai menggelar sidang perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) pada Rabu (27/3/2024). Dalam sidang di hari pertama, MK melakukan pemeriksaan pendahuluan terhadap gugatan dari pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD sebagai pemohon.
Tim Pembela Hukum pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka menilai para pemohon sengketa PHPU memaksa MK menyelesaikan perkara kecurangan terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) dalam Pilpres 2024. Padahal, MK bukan lembaga yang memiliki untuk menyelesaikan perkara kecurangan TSM.
"Pemohon kelihatannya memaksakan bahwa agar perkara ini menjadi kewenangan dari MK," kata Wakil Ketua Tim Pembela Hukum Prabowo-Gibran, Otto Hasibuan, di Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu (27/3/2024).
Ia menjelaskan, dalam Pasal 475 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu diatur bahwa sengketa pemilu di MK hanya sebatas hasil penghitungan suara. Kecurangan TSM disebut menjadi kewenangan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu).
"Mereka mengakui, tapi mereka ingin menempatkan membuat suatu terobosan, meminta hakim membuat suatu terobosan. Ini keliru karena terobosan bisa diambil kalau tidak ada aturan yang berlaku," ujar Otto.
Sementara itu, Ketua Bawaslu Rahmat Bagja mengatakan bahwa yang menjadi kewenangan lembaganya adalah pelanggaran administrasi TSM. Hal itu berbeda dengan sengketa hasil yang terindikasi terdapat kecurangan TSM.
"Kalau di MK kan punya standar sendiri, kami juga tidak bisa mengomentari. Kalau pelanggaran administrasi (yang TSM), punya struktur dan juga penggalian terhadap kasus TSM ini dan punya kriteria TSM itu seperti apa," kata dia.
Kendati demikian, menurut dia, Bawaslu belum menangani pelanggaran bersifat TSM yang sampai masuk tahap pilpres 2024. Ia menduga para pasangan calon sengaja untuk membawa dugaan pelanggaran TSM ke MK.
"Pilpres mungkin nunggunya di MK, bukan di Bawaslu. Tapi itu tergantung teman-teman peserta pemilu," kata dia.
Sementara itu, calon wakil presiden (cawapres) Mahfud MD menyebutkan, Yusril Ihza Mahendra yang kini menjadi Ketua Tim Pembela Hukum Prabowo-Gibran, pernah bersaksi bahwa MK harus melakukan penilaian hasil pemilu yang bukan hanya berfokus pada angka. Pandangan Yusril itu dinilai merupakan pandangan baru dan akan terus berkembang hingga saat ini.
"Menjadi MK hanya sekadar Mahkamah Kalkulator, menurut Pak Yusril, adalah justru merupakan pandangan lama, yang sudah diperbaharui sekarang," kata dia dalam persidangan.