REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar hukum tata negara Feri Amsari meminta Mahkamah Konstitusi (MK) untuk tetap independen dalam menangani sengketa Pemilihan Gubernur (Pilgub) Provinsi Papua 2024. Apalagi diketahui pemohon dalam sengketa Pilgub Papua adalah pasangan nomor urut 2 Mathius Derek Fakiri-Aryoko Rumaropen.
"Nah, seharusnya dalam berbagai hal seharusnya di Koalisi Indonesia Maju atau KIM (yang dukung paslon nomor 2) ya. Nah, argumentasi (curang) itu harus dijelaskan kubu paslon di KIM, kenapa partai di luar kubu KIM bisa mencurangi mereka," kata Feri ketika dihubungi wartawan di Jakarta, Sabtu (1/2/2025).
Karena itu, kata Feri, tuduhan paslon nomor urut 2 terkait kecurangan pada Pilgub Papua 2024 menjadi aneh. Sebab, paslon nomor urut 2 yang didukung KIM malah menggugat justru paslon yang didukung di luar KIM.
"Kan di daerah-daerah lain malah kubu non-KIM yang merasakan kecurangan. Itu sebabnya (tuduhan paslon KIM di Papua) perlu menjelaskan (kecurangannya). Kalau mereka (KIM) mempermasalahan (Pilgub Papua) di MK, nah kalau ada intervensi dari mereka (KIM) maka ini dipastikan pasti ada," ucap Feri.
Tetapi, lanjut Feri, logika yang diajukan pasangan Mathius-Aryoko ke MK justru tidak nyambung. "Oleh karena itu boleh saja menggugat, tapi harus jelas motif yang dituduhkan itu, karena mana mungkin orang (pasangan nomor urut 1 Benhur Tomi Mano-Yermias Bisai) yang tidak memiliki kekuasan melakukan kecurangan," kata Feri.
Dalam sidang perselisihan hasil Pilgub Papua 2024 di MK pada Kamis (30/1/2025), pasangan Mathius-Aryoko selaku pemohon atau penggugat menuduh pasangan Yermias Bisai menggunakan dokumen tidak sah yang diduga milik orang lain, yakni Surat Keterangan Tidak Sedang Dicabut Hak Pilihnya dan Surat Keterangan Tidak Pernah Terpidana. Tuduhan inilah yang dibantah Ronny Talapessy sebagai kuasa hukum pasangan pasangan Benhur-Yermias yang diusung PDIP.
"Kami yakin bahwa setiap persoalan ini harus diselesaikan berdasarkan fakta dan aturan hukum yang berlaku, bukan sekadar tuduhan yang tidak berdasar. Demokrasi harus dijalankan dengan integritas dan transparansi, bukan menjadi alat untuk menyerang lawan politik dengan tuduhan yang tidak terbukti," ucap Ronny.
Dalam persidangan di MK, Bawaslu Provinsi Papua ikut mengklarifikasi perihal tuduhan tersebut. Bawaslu mengaku memverifikasi sejumlah laporan terkait sengketa dan menemukan bahwa tidak ada bukti pelanggaran. Dari 5 laporan yang diterima Bawaslu, hanya 1 yang terdaftar secara resmi, sementara 1 laporan lainnya menjadi temuan.
Namun, setelah melewati proses pemeriksaan, semua laporan tersebut tidak memenuhi unsur dugaan tindak pidana pemilihan atau pelanggaran administrasi. "Kami sudah memeriksa seluruh laporan yang masuk, baik yang resmi maupun temuan, dan tidak ada pelanggaran yang ditemukan," ujar Anggota Bawaslu Papua, Yofrey Piryamta N Kebelen ( di Gedung MK.