Rabu 17 Apr 2024 17:28 WIB

OJK Paparkan Kesiapan Pasar Keuangan Indonesia Hadapi Konflik Timur Tengah

Nilai kepemilikan saham investor dari Timur Tengah tercatat Rp 65,73 triliun

Rep: Rahayu Subekti/ Red: Lida Puspaningtyas
Ilustrasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
Foto: Antara/Aditya Pradana Putra
Ilustrasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menggelar Rapat Dewan Komisioner Mingguan pada hari ini (17/4/2024). Dalam hasil RDK mingguan tersebut, OJK menilai stabilitas sektor jasa keuangan nasional terjaga, didukung oleh permodalan yang kuat, likuiditas yang memadai, dan profil risiko yang manageable sehingga mampu menghadapi peningkatan tensi geopolitik global. 

Meskipun begitu, OJK mencermati perkembangan terkini di Timur Tengah dan dampaknya terhadap kinerja intermediasi dan stabilitas sistem keuangan nasional ke depan.

Baca Juga

“Di tengah peningkatan ketidakpastian tersebut, OJK menilai fundamental perekonomian Indonesia terjaga baik,” kata Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan, dan Komunikasi OJK Aman Santosa dalam pernyataan tertulisnya, Rabu (17/4/2024). 

Dia menuturkan, hal tersebut terlihat dari pertumbuhan yang terjaga di kisaran lima persen dan inflasi yang berada di rentang target Bank Indonesia. Selain itu terlihat dari neraca perdagangan yang masih mencatatkan surplus dan cadangan devisa yang memadai, serta masih tersedianya ruang fiskal.

Hingga Februari 2024, eksposur Lembaga Jasa Keuangan (LJK) secara langsung terhadap Kawasan Timur Tengah relatif terbatas. Aman mengungkapkan, surat berharga dengan penerbit dari Timur Tengah yang dimiliki perbankan domestik hanya sebesar Rp 1,3 triliun atau 0,06 persen dari total surat berharga yang dimiliki perbankan lalu asuransi dan perusahaan pembiayaan tidak memiliki surat berharga dengan penerbit dari Timur Tengah.

Sementara itu di pasar saham, nilai kepemilikan saham investor dari Timur Tengah tercatat sebesar Rp 65,73 triliun atau sekitar 2 persen dari total nilai kepemilikan saham investor non-residen. Kepemilikan LJK (pengendali) oleh investor di Timur Tengah tercatat hanya di perbankan dengan asset share sebesar 0,1 persen dari total aset perbankan.

Ke depan, Aman memastikan buffer untuk mempertahankan stabilitas sistem keuangan di tengah potensi eskalasi konflik di Timur Tengah dinilai masih cukup memadai. Hal itu dengan mempertimbangkan kondisi tingkat permodalan yang tertinggi di Kawasan, risiko nilai tukar yang cukup terkendali yang terlihat dari Posisi Devisa Netto (PDN) Perbankan harian posisi awal April 2024 yang jauh di bawah threshold (1,67 persen dengan threshold 20 persen), serta likuiditas dalam mata uang rupiah dan valas yang masih ample.

Meskipun begitu, OJK akan tetap mencermati perkembangan risiko pasar LJK dan mencermati pembiayaan ke sektor-sektor yang memiliki exposure tinggi terkait konflik di Timur Tengah. Hal itu termasuk termasuk mencermati kondisi individual LJK.

“OJK meminta LJK untuk senantiasa melakukan evaluasi terkait potensi dampak transmisi dari perkembangan perekonomian global dan domestik terhadap portofolio yang dimilikinya dan melakukan langkah mitigasi yang diperlukan. OJK terus berkoordinasi dengan Anggota KSSK serta berkomitmen mengeluarkan kebijakan yang dibutuhkan secara tepat waktu,” jelas Aman.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement