Rabu 01 May 2024 12:58 WIB

Keras, China Gunakan Meriam Air Usir Kapal Filipina di Perairan Sengketa

China dan Filipina mempunyai klaim yang bertentangan atas Second Thomas Shoal.

USS Chung-Hoon mengamati sebuah kapal angkatan laut China.
Foto: Mass Communication Specialist 1st Class Andre
USS Chung-Hoon mengamati sebuah kapal angkatan laut China.

REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Kapal penjaga pantai China menembakkan meriam air ke arah dua kapal Filipina pada Selasa (30/4/2024) dekat perairan dangkal yang disengketakan di Laut China Selatan, menyebabkan kerusakan pada kedua kapal Filipina.

Beijing mengatakan, kapal-kapal itu “menyusup secara ilegal” di perairan Huangyan Dao, yang juga dikenal sebagai Scarborough Shoal. China dan Filipina mempunyai klaim yang bertentangan atas Second Thomas Shoal – juga dikenal sebagai Ayungin Shoal, Bai Co May dan Ren'ai Jiao – yang merupakan terumbu karang terendam di Kepulauan Spratly di Laut China Selatan.

Baca Juga

Beijing mengklaim, wilayah maritim yang luas di Laut China Selatan berdasarkan apa yang disebut sembilan garis putus-putus, yang menurut Pengadilan Arbitrase Permanen yang berbasis di Den Haag pada 2016, tidak memiliki dasar hukum berdasarkan aturan internasional.

Namun, China mengatakan keputusan tersebut tidak sah dan telah melakukan negosiasi dengan Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) sejak 2002 mengenai kode etik di laut yang disengketakan. Seorang pensiunan kolonel senior Tentara Pembebasan Rakyat (PLA), Zhou Bo, mengatakan kepada harian South China Morning Post pekan ini bahwa Beijing “tidak pernah menggunakan kekerasan terhadap Filipina.”

“Ya, penjaga pantai China menggunakan meriam air untuk menghalau penjaga pantai Filipina, tapi menurut saya itu adalah pencegahan, bukan penggunaan kekuatan,” katanya. Zhou mengenang bahwa penjaga pantai Manila-lah yang menggunakan kekerasan untuk membunuh nelayan China yang tidak bersalah dari daratan dan Taiwan pada 2000, 2006, dan 2013.

Sementara itu, Kementerian Luar Negeri China menegaskan kembali klaimnya atas pulau Huangyan yang disengketakan, dengan mengatakan pulau itu “selalu menjadi wilayah China.” “Kapal Penjaga Pantai Filipina dan kapal resmi memasuki perairan Huangyan Dao tanpa izin China, yang secara serius melanggar kedaulatan China,” kata juru bicara kementerian Lin Jian.

Sebagai tanggapan atas kapal-kapal Filipina yang berlayar di perairan yang disengketakan, Lin mengatakan penjaga pantai China melakukan tindakan yang perlu untuk mengeluarkan mereka sesuai hukum. "China mendesak Filipina untuk berhenti melakukan pelanggaran dan provokasi sekaligus dan tidak menantang tekad China untuk mempertahankan kedaulatan kami,” tambahnya.

Sementara itu, Satuan Tugas Nasional Laut Filipina Barat menyatakan kapal-kapal China “melecehkan, memblokir, menembakkan meriam air, dan menabrak kapal” milik Penjaga Pantai Filipina (PCG) dan Biro Perikanan dan Sumber Daya Perairan yang sedang dalam perjalanan ke Scarborough Shoal, yang oleh Filipina disebut sebagai Panatag Shoal atau Bajo de Masinloc. 

Manila pun menyebut Laut China Selatan sebagai Laut Filipina Barat. Juru bicara PCG Jay Tarriela mengatakan kapal-kapal Filipina berencana untuk “melakukan misi kemanusiaan dan bantuan rutin kepada kapal-kapal nelayan Filipina di dalam dan sekitar wilayah tersebut.”

Namun, Tarriela mengatakan perilaku ilegal dan tidak bertanggung jawab yang dilakukan China menunjukkan betapa besarnya pengabaian mereka terhadap pelaksanaan sah hak-hak Filipina di zona ekonomi eksklusif negara kami.

Menurutnya, Filipina akan terus bertindak secara damai dan bertanggung jawab, konsisten dengan hukum internasional yang berdasarkan aturan, berdasarkan UNCLOS dan Keputusan Arbitrase 2016 yang sah dan mengikat. "Dengan menambahkan bahwa Manila “tidak akan terhalang untuk melakukan aktivitas yang sah dan sesuai hukum di zona maritim kami," ujar Tarriela. 

 

sumber : Antara, Anadolu
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement