Senin 06 May 2024 13:48 WIB

Jokowi Minta Daerah Bantu PDAM Sambungkan Pipa Air Minum: Jangan Semua Pusat

Pusat telah membantu pembangunan waduk untuk penyediaan air baku.

Rep: Dessy Suciati Saputri/ Red: Friska Yolandha
Petugas Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) mengontrol saluran air (ilustrasi).
Foto: ANTARA/Irwansyah Putra
Petugas Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) mengontrol saluran air (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta agar daerah turut membantu Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) membangun sambungan rumah tangga untuk penyediaan air minum. Pemerintah, kata Jokowi, telah membantu membangun waduk untuk penyediaan air baku, namun pembangunan untuk sambungan rumah tangga belum dikerjakan karena PDAM sering kali merugi.

Hal ini disampaikan Presiden Jokowi dalam arahannya di Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional Tahun 2024, Jakarta, Senin (6/5/2024).

Baca Juga

"Waduk misalnya bukan hanya pertanian saja tapi air baku, yang sering terjadi pipa utamanya selesai, tapi sambungan ke rumah tangganya belum. Kenapa belum? Karena PDAM selalu rugi sehingga tak mampu sambung ke rumah tangga. Mestinya itu didukung APBD dari daerah. Tapi sampai saat ini tidak ada yang berjalan sambungan rumah tangga untuk air minum," jelas Jokowi.

Jokowi mengaku telah meminta Menteri Bappenas Suharso Monoarfa agar kembali menyampaikan terkait inpers sambungan rumah tangga untuk air minum. Namun ia menegaskan agar tidak semua sambungan air minum rumah tangga dikerjakan oleh pemerintah pusat.

"Tapi jangan semuanya itu pemerintah pusat, kalau denger inpres inpres ini Alhamdulillah Alhamdulillah, bapak ibu kerjain yang mana?" ujar mantan Gubernur DKI Jakarta itu.

Presiden menekankan agar pembangunan yang telah dikerjakan oleh pemerintah benar-benar bisa bermanfaat dan produktif bagi masyarakat. Karena itu, ia meminta agar sinkronisasi Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2025 nantinya harus berjalan beriringan.

Jokowi mencontohkan, keinginan pemerintah untuk meningkatkan produksi pangan. Namun, daerah dinilainya tak melakukan sinkronisasi program karena justru mengkonversi sawah menjadi properti.

"Jangan sampai pusat ke kanan daerah ke kiri, semua harus inline. Jangan kehilangan kita kehilangan. Misal pusat mau tingkatkan produksi pangan, daerah malah konversi sawah jadi properti, nggak sinkron namanya," kata dia.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement