REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pabrikan otomotif China akan menguasai sepertiga pasar mobil listrik global pada 2030. Hal itu imbas dari harga yang bersaing dan inovasi yang agresif.
Direktur The International Institute of Management and Development (IMD) Center for Future Readiness, Howard Yu, melalui keterangan tulis kepada REPUBLIKA, menyampaikan, produsen mobil China seperti Geely (42,34), Nio (31,30), dan Li Auto (64,37), memang membanderol kendaraan listrik mereka dengan harga terjangkau. "Langkah ini memberi produsen mobil listrik China keunggulan kompetitif dan menjadi ancaman serius bagi para pemanufaktur mobil asal Eropa," kata Yu, Selasa (21/5/2024).
Melihat dominasi China di sektor industri kendaraan listrik yang makin agresif dengan banderol harga murah, belakangan Presiden Amerika Serikat Joe Biden mengumumkan tarif pajak 100 persen. Tarif ini diberlakukan untuk melindungi pabrikan mobil listrik asal Amerika Serikat dari serbuan kendaraan listrik impor asal China.
Menanggapi situasi ini, Yu menyebut ke depan pabrikan mobil listrik China bakal menerapkan sistem white-label untuk mengakali aturan tarif ini. Mirip dengan strategi Intel Inside dimana produsen laptop menggunakan prosesor Intel tanpa merakit CPU mereka sendiri.
Pabrikan China akan menjual komponen, baterai, teknologi, atau semikonduktor mereka. Saat ini BYD juga sudah memasok chipset dari pabrik semikonduktor mereka ke Fiat dan Toyota di China. Jadi, hal serupa besar kemungkinan akan diterapkan ke negara-negara lain termasuk AS
"Dengan cara ini, margin yang didapat bisa lebih besar," kata Yu.
Sebagai contoh, tidak ada produsen yang mendapat uang dari AC rakitan. Pendapatan terbesar ada di produsen kompresor. Sama halnya dengan PC, dimana merakit PC tidak menghasilkan uang lebih banyak dari mereka yang menjual chipset dan perangkat lunak.
"Jadi, saya kira industri mobil bergerak ke arah yang sama," ujar Yu.