Selasa 28 May 2024 11:55 WIB

MPBI DIY Tolak Besaran Iuran Tapera 3 Persen

Pemerintah harus dapat memastikan iuran Tapera tak akan raib seperti kasus Jiwasraya.

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Fernan Rahadi
Gaji (ilustrasi)
Foto: dok. Pixabay
Gaji (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Majelis Pekerja Indonesia (MPBI) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menolak penetapan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2024 tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2020 tentang Tabungan Perumahan Rakyat oleh pemerintah. Koordinator MPBI DIY Irsad Ade Irawan mengatakan penambahan iuran atau potongan gaji untuk program Tapera dinilai akan memberatkan pekerja/buruh lantaran upah buruh telah dipotong untuk program jaminan kesehatan nasional dan jamsostek/ketenagakerjaan.

Ia mengatakan selama ini upah pekerja telah dipotong untuk iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan,  jaminan hari tua atau dana pensiun sebesar 4 persen dari upah. Sedangkan dalam pasal 15 PP 21/2024, potongan gaji untuk iuran sebesar 2,5 persen dari upah. 
 
"Sehingga jika ditotal, pekerja/buruh akan mengalami pemotongan upah kurang lebih 6,5 persen," kata Irsad dalam keterangannya, Selasa (28/5/2024). 
 
Tidak hanya itu, besaran potongan Tapera yang ditetapkan sebesar 3 persen dari gaji, di mana 0,5 persen ditanggung oleh pemberi kerja atau perusahaan dan sisa 2,5 persen ditanggung oleh pekerja/buruh. Menurutnya hal tersebut juga akan memberatkan pengusaha lantaran pengusaha telah pula membantu iuran BPJS Ketenagakerjaan dan kesehatan.
 
"Menolak besaran iuran Tapera yang mencapai total 3 persen," katanya. 
 
Selain masalah iuran, pemerintah juga harus dapat memastikan iuran Tapera tidak akan raib seperti kasus Jiwasraya. Menurutnya kepatuhan terhadap kaidah tata kelola diperlukan agar tak terjadi masalah di kemudian hari, seperti kasus gagal bayar PT Asuransi Jiwasraya. 
 
Ia menilai Tapera prinsipnya sama dengan lembaga keuangan yang lain. Tetap harus menerapkan kaidah-kaidah governance yang sudah ditetapkan
 
"Menuntut pemerintah agar terlebih dahulu membangun sistem pengamanan iuran tapera agar tidak menjadi kasus jiwasraya yang lain," ucapnya. 
 
MPBI DIY juga mendorong Pemerintah memperbanyak pembangunan perumahan rakyat di DIY, dengan DP 0 persen dan cicilan maksimal 500.000/bulan. Pemerintah juga diminta untuk menyempurnakan program jaminan perumahan rakyat.

"Naikkan upah buruh 50 persen, turunkan harga rumah 50 persen," ungkapnya. 

Sebelumnya pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat. Di dalamnya tercantum besaran potongan atau perhitungan dari besaran gaji untuk masuk ke Simpanan Peserta Tapera. 
 
Seperti Besaran Iuran Peserta Pekerja Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) dari BUMN, Badan Usaha Milik Desa hingga perusahaan swasta diatur oleh Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) berdasarkan revisi atau perubahan atas PP Tapera. 
 
"Dasar perhitungan untuk menentukan perkalian besaran Simpanan Peserta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan dengan ketentuan Pekerja/buruh badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, badan usaha milik desa, dan badan usaha milik swasta diatur oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan," sebagaimana bunyi Pasal 15 ayat 4b dalam salinan Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2024 yang diterima di Jakarta, Senin (27/5/2024).
 
Adapun yang dimaksud dalam Pasal 15 ayat 1 yakni Besaran Simpanan Peserta ditetapkan sebesar 3 persen dari Gaji atau Upah untuk Peserta Pekerja dan Penghasilan untuk Peserta Pekerja Mandiri. Sedangkan pada ayat 2 yakni Besaran Simpanan Peserta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk Peserta Pekerja ditanggung bersama oleh Pemberi Kerja sebesar 0,5 persen dan Pekerja sebesar 2,5 persen.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement