Jumat 31 May 2024 17:35 WIB

Tiga Cara Industri Tembakau Intervensi Aturan yang Berupaya Lindungi Anak-Anak dari Rokok

Kekuatan lobi industri rokok dinilai membuat upaya perlindungan anak terpinggirkan.

Red: Andri Saubani
Stiker larangan merokok terpasang di rumah warga di Depok, Jawa Barat. Hari tanpa tembakau sedunia diperingati setiap 31 Mei setiap tahunnya.
Foto:

Koordinator Komite Nasional Pelestarian Kretek, Moddie Alvianto Wicaksono mengatakan, setiap narasi yang dibawa pada peringatan Hari Tanpa Tembakau Sedunia (HTTS) yang jatuh pada 31 Mei, hanyalah dalih untuk mematikan industri hasil tembakau. Hal itu dikatakan Moddie dalam acara kumpul komunitas pencinta kretek di Sleman, DIY, Jumat (31/5/2024).

"Banyak narasi yang sudah dikeluarkan oleh antirokok, dari sekian banyak narasi itu tujuannya adalah menerapkan FCTC (Framework Convention on Tobacco Control) agar mereka dapat dengan leluasa menghimpit industri hasil tembakau," kata Moddie.

Moddie mengatakan Indonesia tidak seharusnya merayakan hari tanpa tembakau sedunia. Hal tersebut lantaran Indonesia adalah negara yang memiliki kepentingan besar pada kehadiran tembakau. Puluhan juta orang hidup dan bergantung dari tanaman ini, dan masyarakat kita telah hidup berdampingan dengan tembakau selama ratusan tahun.

Bagi Moddie, HTTS hanyalah satu dari banyak cara antirokok yang terlembaga untuk mematikan industri hasil tembakau. Jika industri hasil tembakau tumbang, maka kesejahteraan petani tembakau dan buruh rokok yang akan dipertaruhkan, lebih jauh adalah pemasukan besar negara dari sektor cukai dan pajak.

"Jika para pemangku kebijakan itu mau turun ke ladang-ladang tembakau, mau menjenguk dan berinteraksi secara intensif dengan buruh-buruh pabrik rokok, mereka akan tahu jika industri hasil tembakau  yang sering mereka regulasi dengan eksesif tersebut adalah berkah nyata bagi petani dan buruh. Petani itu orang yang organik, mereka tidak perlu disuruh untuk tidak menanam tembakau, asalkan ada tanaman lain yang punya serapan dan nilai jual tinggi, mereka pun akan dengan suka rela beralih," ungkap Moddie.

Juru Bicara Komunitas Kretek, Khoirul Atfifuddin mengatakan HTTS adalah salah satu tanda jika WHO sebagai organisasi kesehatan dunia hanya disibukkan dengan urusan tembakau dan asap rokok. 

"Antirokok menyimpulkan segala penyakit pasti ada sebab rokok di dalamnya. Sehingga rokok menjadi konsentrasi WHO agar organisasi kesehatan nir aktivitas ini terlihat bekerja menjamin kesehatan bangsa-bangsa dunia. Alih-alih peduli pada kebutuhan jaminan kesehatan  yang tepat bagi bangsa-bangsa, mereka malah seperti marketing perusahaan farmasi yang ngebet ingin menjadi penguasa tunggal pasar nikotin dunia," tutur Atfi.

Atfi mengatakan, kurun 2022 hingga 2023 publik disajikan fakta bahwa banyak pejabat dan pemangku kebijakan yang menjadi backing rokok ilegal. Sehingga sebagai rakyat kecil wajar jika kita menduga kenaikan cukai dan harga rokok yang tinggi adalah salah satu rangkaian kejahatan. 

"Rokok dibuat mahal, supaya rokok ilegal menjadi opsi prestisius bagi perokok. Dan lagi-lagi korbannya adalah rakyat, buruh rokok legal dan petani tembakau karena tembakaunya tidak terserap baik," jelas Atfi.

Berbicara terpisah, Dewan Pimpinan Nasional Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (DPN APTI) menilai kebijakan cukai yang tertuang dalam Kerangka Ekonomi Makro Pokok Pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF) 2025 mengancam kelangsungan petani tembakau. Hal itu dikatakan Ketua Umum DPN APTI Agus Parmuji menanggapi Kerangka Ekonomi Makro Pokok Pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF) 2025 yang disampaikan oleh Menteri Keuangan, Sri Mulyani pada rapat paripurna DPR RI pada 20 Mei 2024.

 

"Pemerintah dalam merumuskan arah kebijakan cukai tersebut tidak memperhatikan aspek kelangsungan hidup petani tembakau," katanya dalam keterangannya di Jakarta, Kamis.

Menurut dia kenaikan cukai sebesar 10 persen yang berlaku pada 2023 dan 2024 sangat memukul petani tembakau, pasalnya sudah 5 tahun berturut-turut keadaan mereka tidak baik-baik saja, bahkan terpuruk mengingat hasil panen tembakau rontok baik harga dan terlambatnya penyerapan.

Dalam 5 tahun terakhir, tambahnya, kenaikan cukai cukup eksesif yang mana pada 2020 cukai naik 23 persen, tahun 2021 naik 12,5 persen, tahun 2022 naik 12 persen, tahun 2023 dan 2024 naik 10 persen.

Tingginya tarif cukai hasil tembakau (CHT), katanya, akan membuat perusahaan mengurangi produksi yang secara tidak langsung, mengurangi pembelian bahan baku. Padahal, 95 persen tembakau yang dihasilkan petani, untuk bahan baku rokok.

"Pembelian tembakau industri di petani dari tahun 2020 turun terus. Karena cukai naik terus dan pasar rokok legal digerus rokok ilegal. Penurunan pembeliannya tiap tahun kisaran 20-30," katanya.

photo
Waspada pneumonia pada anak - (Tim Infografis Republika)

 

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

  • Sangat tertarik
  • Cukup tertarik
  • Kurang tertarik
  • Tidak tertarik
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement