Oleh : Erick Thohir, Ketua Umum PSSI
REPUBLIKA.CO.ID, -- Nelson Mandela pernah berujar, "olahraga memiliki kekuatan untuk mengubah dunia. Olahraga memiliki kekuatan untuk mempersatukan manusia dengan cara yang tidak bisa dilakukan oleh hal lainnya."
Apa yang diungkap Mandela tercermin nyata di Pantai Gading. Negara yang pernah terbelah akibat perang saudara pada 2002 itu bersatu karena sepak bola. Semua konflik yang bermula karena politik identitas berganti menjadi persatuan lewat kaki Didier Drogba, Yaya Toure, dan kawan-kawan.
Sepak bola menyatukan perbedaan. Dengan nilai utama fair play, sepak bola adalah kebutuhan bagi dunia. Ini terlebih jika melihat bagaimana situasi dunia akhir-akhir ini. Perang antarnegara berkecamuk, seperti di Ukraina dengan Rusia.
Fair play juga menjadi barang langka yang kini hanya menjadi mimpi bagi bangsa Palestina. Tak ada lagi fair play saat nyawa-nyawa tak berdosa jadi korban akibat ego dan konflik. Sebagai warga dunia yang menjunjung tinggi kemanusiaan, kita patut mengutuk keras genosida yang terjadi di Palestina.
Di tengah segala konflik, saya percaya sepak bola adalah solusinya. Bukan justru malah bagian dari masalah.
Kita juga merasakan besarnya dampak sepak bola bagi negara kita tercinta, Indonesia. Begitu kita menyaksikan 11 pemain berlaga dengan lambang Garuda di dada, segala perdebatan dan perbedaan mendadak sirna. Tak ada lagi separasi karena beda pilihan politik, asal suku, bahasa, dan agama. Sebab sepak bola telah menyatukan kita sebagai satu Indonesia.
Semua warga negara Indonesia pasti bersedih hingga terkadang sulit tidur ketika timnas kalah. Sebaliknya, jadi kebanggaan masyarakat Aceh hingga Papua ketika timnas berjaya. Inilah hakikat sepak bola yang menyatukan.
Memang, tak dipungkiri kadang ada oknum yang malah menyeret sepak bola ke arena konflik. Hal ini justru menjadi anomali yang berkebalikan dengan nilai fair play sepak bola. Hal-hal seperti perkelahian pemain, suporter, dan kekerasan di luar lapangan adalah contoh bahwa di sepak bola pun ada risiko yang bisa mereduksi makna dari fair play.
Sebagai bagian dari football family, saya memandang inilah kewajiban kita bersama. Kewajiban untuk menjaga sepak bola tetap seperti hakikatnya. Sepak bola sebagai solusi yang menyatukan. Sepak bola sebagai sarana menebar cinta dan persatuan. Bukan sebaliknya.
Saya menyadari, bahwa inilah PR di balik segala potensi yang dimiliki sepak bola Indonesia. Wajah kekerasan yang kerap dilakukan oknum yang mengaku suporter adalah tantangan serius yang mesti dibenahi secara total.
Memang menjadi kewajaran saat merayakan kemenangan-kemenangan dari pentas sepakbola nasional. Prestasi Timnas Garuda memang memberikan angin segar. Namun bagi saya kemenangan sejati tak sekadar prestasi di dalam lapangan saja. Sayang rasanya saat kemenangan di atas lapangan justru melahirkan tangisan di luar lapangan yang timbul karena kekerasan.
Oleh karena itu, saya menyesalkan insiden yang dilakukan oknum suporter yang merusak fasilitas umum, seperti kereta api, rambu lalu lintas, serta fasilitas publik lain. Ada pula kejadian suporter merusak mobil masyarakat yang sedang melintas. Tindakan yang tentu mencederai misi besar kita menjadikan sepak bola Indonesia terhormat.
Ini bukan sekadar skala besar atau kecil peristiwa kekerasan yang terjadi. Sepak bola memang tak seharusnya menghadirkan korban dalam skala apapun. Karena sepak bola pada prinsipnya obat yang menyembuhkan, bukan justru menimbulkan korban.
Oleh karena itu PSSI akan terus mendorong operator liga, PT Liga Indonesia Baru (PT LIB), untuk terus melakukan pembenahan. Edukasi sekaligus inovasi mesti terus dilakukan hingga ke tingkat akar rumput.
Peningkatan kualitas kompetisi juga berarti peningkatan standar keamanan di luar lapangan. Zero tolerance bagi segala bentuk kekerasan secuil apapun itu.
PSSI selaku regulator akan mendukung total PT Liga selaku operator kompetisi dalam bertransformasi memperbaiki liga yang semakin profesional, bersih, dan aman. Target sudah ada di depan mata guna mengangkat peringkat kompetisi kita yang kini masih berada di peringkat ke-28 di Asia dan keenam di Asia Tenggara. Mimpi kita bersama agar Liga kita bisa melesat menjadi 15 besar kompetisi terbaik di Asia dalam waktu dekat.
Satu hal yang terpenting adalah dorongan bagi PT LIB dan klub agar bisa memastikan penonton datang dan pulang ke rumahnya dengan selamat. Pun halnya masyarakat sekitar yang merasakan dampak liga yang memberi manfaat, seperti menghasilkan perputaran ekonomi bagi UMKM. Bukan justru sepak bola yang menimbulkan korban masyarakat.
Dengan usaha bersama saya optimistis, sepak bola Indonesia bisa semakin berjaya di pentas dunia. Sepak bola Indonesia juga bisa mewakili hakikat utama sepak bola sebagai sarana persatuan dan kebahagiaan.