REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyebut tempat pembuangan akhir (TPA) atau landfill akan diubah sistemnya dari lokasi penumpukan sampah menjadi sumber energi. Hal ini sebagai bagian dari upaya mitigasi perubahan iklim sekaligus pengelolaan sampah.
"Skenario kita ke depan untuk menurunkan emisi gas rumah kaca sekaligus menyelesaikan persoalan sampah, pertama determinan kita tentukan bukan lagi sistem landfill ke depan. Kita harusnya loncat dari unmanage landfill ke energi recovery karena kalau landfill pasti akan berpotensi mengeluarkan gas metana ke depannya," ujar Direktur Penanganan Sampah KLHK Novrizal Tahar dalam diskusi di Jakarta, Jumat (14/6/2024).
Langkah itu perlu dilakukan mengingat emisi metanan, yang merupakan salah satu dari gas rumah kaca (GRK), memiliki potensi pemanasan global lebih tinggi dibandingkan karbon dioksida. Novrizal menjelaskan, satu ton emisi metana sama dengan 28 ton karbon dioksida ekuivalen.
Selain berpotensi menjadi sumber energi dengan memanfaatkan gas metana, dapat dilakukan landfill mining atau penambangan sampah serta mendorong TPA menjadi sumber bahan-bahan daur ulang atau menjadi salah satu sistem pendukung ekonomi sirkular. "Kebijakannya tentu bagaimana semaksimal mungkin nanti ke depan less landfill policy tentunya," tuturnya.
Dia mengatakan, pemerintah menargetkan 560 TPA yang ada saat ini sampai dengan 2030 akan didorong untuk dikelola dengan benar dan akan dilakukan penangkapan gas metana untuk menjadi sumber energi baru. Pemerintah juga ingin mendorong landfill mining yaitu penambangan di zona tidak aktif di sebuah TPA dengan karakteristik sampah yang sudah terdekomposisi.
Sampah teruruk itu dapat dimanfaatkan salah satunya untuk bahan baku Refuse Derived Fuel (RDF) sebagai pengganti batu bara.