REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS mengalami pelemahan hingga menyentuh level Rp 16.400 per dolar AS. Analisis menilai pelemahan mata uang Garuda akan berlanjut pada perdagangan hari ini.
Dikutip dari Bloomberg, rupiah ditutup melemah 38 poin atau 0,23 persen menjadi Rp16.413 per dolar AS pada penutupan perdagangan Rabu (26/6/2024) lalu.
Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi menjelaskan analisisnya mengenai pelemahan rupiah yang disebabkan oleh sentimen eksternal dan internal. "Faktor eksternal, pasar menunggu data inflasi indeks harga PCE yang akan dirilis minggu ini. Data tersebut, yang akan dirilis pada hari Jumat, merupakan ukuran inflasi pilihan Federal Reserve, dan kemungkinan akan menjadi faktor dalam prospek bank sentral mengenai suku bunga," kata Ibrahim dalam keterangannya, dikutip Kamis (27/6/2024).
Selanjutnya, tanda-tanda ketahanan perekonomian AS baru-baru ini dari data indeks manajer pembelian yang kuat dan pembacaan kepercayaan konsumen, memicu kekhawatiran The Fed akan memiliki cukup ruang untuk mempertahankan suku bunga tetap tinggi dalam jangka waktu yang lebih lama.
"Beberapa pejabat Fed menggemakan gagasan ini minggu ini. Revisi data produk domestik bruto (PDB) kuartal pertama juga akan memberikan lebih banyak petunjuk mengenai perekonomian AS pada minggu ini," ujarnya.
Di asia, sentimen terhadap China sebagian besar tetap tegang di tengah kekhawatiran mengenai potensi perang dagang dengan negara-negara Barat. Terutama setelah Beijing menandai kemungkinan tersebut dalam menghadapi tarif Eropa terhadap impor kendaraan listrik China.
Kekhawatiran akan perang dagang membuat indeks China mengalami penurunan tajam sepanjang bulan Juni, seiring dengan berkurangnya dukungan terhadap langkah-langkah stimulus yang lebih banyak di negara tersebut.
Sementara itu, sentimen internal pelemahan rupiah bahwa di tengah kekhawatiran masyarakat terhadap fluktuasi kurs rupiah dan kondisi ekonomi global yang tidak menentu, pemerintah masih optimis bahwa kondisi fundamental makroekonomi Indonesia masih berada dalam kondisi baik-baik saja.
Saat ini tantangan utama pemerintah, lanjutnya, adalah bagaimana Indonesia bisa waspada dan mengantisipasi agar dampak negatif dari kondisi global tidak masuk ke dalam negeri dan pentingnya kerja sama antarpihak termasuk Bank Indonesia, pemerintah, dan sektor swasta.
"Kerja sama itu diperlukan guna menjaga optimisme pasar dan memastikan ekonomi Indonesia tetap bisa bertahan dan berkembang kendati di bawah tekanan global," kata dia.
Ibrahim melanjutkan, untuk mendukung penguatan perekonomian Indonesia pada 2024, ada beberapa faktor yang harus diperhatikan oleh pemerintah, antara lain peningkatan konsumsi dan investasi berkat kondisi makro ekonomi yang baik, penguatan ekspor komoditas Indonesia, ketahanan sistem keuangan dari dampak gejolak ekonomi global. Kemudian, pengendalian inflasi agar tetap rendah, kenaikan gaji Aparatur Sipil Negara (ASN) 2024, keberlanjutan hilirisasi sumber daya alam (SDA), sertapembangunan Infrastruktur di Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara.
"Sedangkan dari segi Bank Indonesia tetap pada koridisi untuk menstabilkan mata uang rupiah dengan melakukan strategi bauran ekonomi dan melakukan intervensi di pasar valuta asing (valas) dan yeal obligasi di perdagangan Domestic Non Deliverable Forward (DNDF)," tuturnya.
Dengan melihat tren perkembangan kurs rupiah serta sentimen-sentimen yang memengaruhinya tersebut, Ibrahim memproyeksikan akan terjadi pelemahan lanjutan. "Untuk perdagangan Kamis (27/6/2024) mata uang rupiah fluktuatif namun ditutup melemah direntang Rp 16.400 - Rp 16.460 per dolar AS," ujarnya.