REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan (Dispusip) DKI Jakarta, Firmansyah Wahid mengungkapkan bahwa buku Kumpulan Puisi "DOL" karya budayawan Betawi, Yahya Andi Saputra memperkaya khazanah sastra nasional.
Menurut Firmansyah dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Sabtu, kehadiran buku tersebut memperkaya khazanah sastra yang berguna sebagai bagian dari literasi bagi masyarakat.
"Bang Yahya ini tokoh dan sastrawan Betawi yang juga memberikan kontribusi dalam dunia pendidikan dengan profesinya sebagai dosen di perguruan tinggi," ujarnya usai membuka bedah buku Kumpulan Puisi "DOL".
Menurut Firmansyah, bedah buku tersebut merupakan salah satu bentuk apresiasi agar Yahya Andi Saputra bisa terus memproduksi dan melakukan proses serta ide kreatif, khususnya terkait dengan sastra Betawi.
"Saya ingin kultur budaya Betawi ini bisa tetap langgeng, tertulis dan bahkan dapat dinikmati dan menjadi pembelajaran bagi masyarakat luas," kata dia.
Ia juga berharap semakin banyak generasi muda Betawi yang bisa mengikuti jejak Yahya Andi Saputra sehingga diperlukan satu rutinitas atau pembudayaan interaksi dengan budayawan atau pelaku sastra.
"Harapan kami ke depan, khususnya generasi muda Betawi bisa masuk dalam kultur atau komunitas yang menjadi bagian proses kreatif sastra ini," kata dia.
Sementara itu, Yahya Andi Saputra menuturkan, "DOL" secara harfiah memiliki makna sudah rusak atau di luar kelaziman.
"Buku kumpulan puisi karya saya ini berisi tentang keresahan atas berbagai aspek kehidupan yang sudah tidak berjalan sebagaimana seharusnya," tutur dia.
Buku, kata dia, menjadi ruang terbuka sebagai tempat atau kawan berdiskusi. "Artinya, dalam hidup ini kita tidak boleh berhenti peduli terhadap keadaan di sekitar," katanya.
Buku ini juga menjadi ruang ketiga dan sebagai literasi sangat penting. "Sehingga buku itu bisa dijadikan kawan berdiskusi dan berdialektika untuk masa depan yang lebih cemerlang," kata Yahya.
Adapun proses kreatif dalam buku Kumpulan Puisi "DOL" merupakan kumpulan terhadap rasa dan kegelisahan yang kemudian diekspresikan dalam bentuk tulisan. Karya ini menjadi buku kelima untuk kumpulan puisi yang ditulisnya.
"Ada ide yang sejak tahun 2000-an. Tapi ada juga yang memang sesuai kondisi terkini dan serta merta terlintas untuk bisa dituliskan," tutur Yahya.
Yahya berharap banyak generasi muda, khususnya Betawi bisa berinteraksi atau berkumpul untuk menambah pengetahuan serta wawasan mengenai dunia sastra dan budaya. Untuk itu, Yahya sedang memperbanyak ruang pertemuan atau diskusi secara langsung agar lebih intens dan bernilai.
"Saya tentu berharap para orang tua juga memberikan dukungan. Saya sedang berikhtiar agar generasi muda ini dalam satu frekuensi kegelisahan," katanya.