REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak panitia seleksi (pansel) memperketat pemantauan rekam jejak calon pimpinan (capim) yang saat ini bekerja di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). ICW tak ingin pansel kebobolan meloloskan capim bermasalah.
Peneliti dari ICW Kurnia Ramadhana mendorong pansel untuk memperkuat komunikasi dengan Dewan Pengawas (Dewas) KPK. Tujuannya guna mendapat informasi komprehensif soal pegawai atau komisioner KPK yang mendaftar capim KPK periode 2024-2029.
"Jika ada internal KPK yang mendaftar, maka pansel harus benar-benar melakukan penelusuran rekam jejak mereka. Salah satunya, pansel dapat secara aktif menjalin komunikasi dengan Dewan Pengawas untuk menanyakan apakah mereka pernah dilaporkan masyarakat terkait dugaan pelanggaran kode etik atau tidak," kata Kurnia kepada wartawan, Selasa (16/7/2024).
Kurnia mengingatkan, capim dari KPK yang terpantau sempat terjerat kasus pelanggaran etik wajib dicermati oleh pansel. Kurnia menyebut fakta persidangan yang pernah disidangkan Dewas harus dipelajari pansel. "Jika pernah (tersangkut kasus etik), maka harus ditelusuri fakta-fakta yang muncul dalam persidangan tersebut," ujar Kurnia.
Kurnia tak ingin pansel hanya berpatokan pada putusan Dewas KPK saja. "Jangan hanya bersandar pada ada atau tidaknya administrasi putusan," lanjut Kurnia.
Selain itu, Kurnia mendorong pemantauan rekam jejak tidak hanya mendasar dari vonis persidangan etik. Pasalnya, sanksi dari Dewas KPK bisa saja diketok ringan lantaran terbatasnya kewenangan.
"Bisa jadi putusannya tidak ada, akan tetapi fakta persidangan sudah terang benderang mengatakan bahwa orang tersebut terbukti melanggar kode etik," ujar Kurnia.
Dua wakil ketua KPK ikut seleksi capim periode 2024-2029. Baca di halaman selanjutnya.