Kamis 18 Jul 2024 06:01 WIB

Menikah di Bulan Muharram Takut Sial karena Nyi Roro Kidul, Benarkah?

Dalam keyakinan masyarakat jawa, bulan Suro adalah bulannya priyayi

Red: A.Syalaby Ichsan
Petugas merias calon pengantin difabel saat nikah massal di Taman Budaya, Bandung, Jawa Barat, Rabu (28/2/2024). Mimbar Hiburan Amal dan Dhuafa (MHABD) menggelar pernikahan massal bagi warga disabilitas untuk ke-35 kali nya, serta memberikan santunan dalam rangka menyambut Bulan Suci Ramadhan.
Foto:

Padahal, sejatinya bulan Muharram adalah bulan mulia di antara bulan-bulan lainnya dalam kalender Hijriyah. Allah SWT berfitman, "Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram (suci) ....” (QS at-Taubah [9] : 36).

Penjelasan dari ayat ini didapati dalam hadis sahih riwayat Bukhari Muslim, "Setahun berputar sebagaimana keadaannya sejak Allah menciptakan langit dan bumi. Satu tahun itu ada dua belas bulan. Di antaranya ada empat bulan haram (suci). Tiga bulannya berturut-turut yaitu Dzulqaidah, Dzulhijah, dan Muharram. (Satu bulan lagi adalah) Rajab."

Ibnu Abbas mengomentari hadis tersebut dengan menyebut Allah mengkhususkan empat bulan tersebut sebagai bulan haram dan suci. Melakukan maksiat pada bulan tersebut dosanya lebih besar dan amalan saleh akan diganjar pahala yang lebih banyak.

photo
Ratusan warga dan santri di Pulau Bawean, Gresik membaca burdah keliling untuk menyambut Tahun Baru Islam 1 Muharram 1446 Hihriyah. Tradisi burdah keliling ini dilakukan di Dusun Daun Timur, Desa Daun, Kecamatan Sangkapura, Sabtu (6/7/2024). - (Republika/Muhyiddin)

Jelaslah jika kedudukan bulan Muharram sangat mulia. Terlebih, pernikahan sebagai wujud sunah Rasulullah SAW. Sebuah ikatan yang bisa mengubah hal haram menjadi halal dan berpahala. Tentu menikah di bulan Muharram pahalanya justru akan lebih berlimpah.

Di samping itu, umat Islam dianjurkan untuk tidak mengutuk waktu. Waktu, di mana Allah SWT beberapa kali bersumpah dengannya, adalah momentum bagi manusia untuk terus melakukan kebaikan. Dalam sebuah hadis qudsi, Rasulullah SAW bersabda, "Allah ‘azza wa jalla berfirman, 'Anak Adam telah menyakiti-Ku; ia mencela dahr (waktu), padahal Aku adalah (pencipta) dahr. Di tangan-Ku segala perkara, Aku memutar malam dan siang” (HR Bukhari).

Terlebih bulan Muharram adalah bulan Allah. Di dalamnya disyariatkan puasa Asyura yang ganjarannya sangat besar. Dalam sebuah hadis sahih dari Imam Muslim, ganjaran puasa Asyura adalah bisa menghapus dosa satu tahun yang sudah lewat.

"Puasa yang paling utama setelah (puasa) Ramadhan adalah puasa pada syahrullah (bulan Allah) yaitu Muharram. Sementara, shalat yang paling utama setelah shalat wajib adalah shalat malam.” (HR Muslim).

Jika Muharram sudah disebut sebagai bulannya Allah dan kita dilarang mengutuk waktu sebagai ciptaan Allah, lalu bagaimana kita menyebut bulan Muharram sebagai bulan yang tidak baik? Dengan disyariatkannya puasa Asyura juga bisa diartikan jika bulan Muharram adalah bulan kesyukuran. Betapa tidak, disyariatkannya puasa Asyura karena pada hari itu Nabi Musa AS diselamatkan Allah SWT dari kejaran Fir'aun.

Melihat kaum Yahudi Madinah berpuasa pada tanggal 10 Muharram, Nabi SAW merasa ia dan umat Muslim lebih berhak bersyukur atas diselamatkannya Nabi Musa AS. Pernikahan dan hajat lainnya sebagai sebuah ibadah dan bentuk kesyukuran juga tidak dibatasi oleh waktu. Terlebih jika ingin mengambil keutamaan ibadah di bulan Muharram sekaligus sebagai syiar bagi kaum Muslimin tentang bolehnya menikah di bulan Muharram. Tentu pahalanya akan lebih berlipat. Allahu a'lam 

Dari tokoh ramai dibicarakan ini, siapa kamu jagokan sebagai calon gubernur DKI Jakarta 2024

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement