Jumat 19 Jul 2024 06:44 WIB

Puncak Jaya Rusuh, OPM atau Kepala Desa yang Ditembak TNI?

Salah seorang korban disebut merupakan cucu pejuang pro-NKRI.

Red: Fitriyan Zamzami
Tangkapan layar rekaman pembakaran mobil polisi dalam kerusuhan di Puncak Jaya pada Rabu (17/7/2024).
Foto:

Republika memeroleh video kesaksian dari keluarga korban soal penembakan yang diklaim TNI menewaskan tiga anggota kelompok separatis. Keluarga korban menyatakan, bukan saja warga sipil, salah satu yang meninggal adalah cucu tokoh Papua yang mendukung wilayah itu masuk Indonesia melalui pemungutan suara pada 1969.

“Kami tidak keberatan kalau yang ditembak itu benar-benar OPM, tapi ini yang ditembak itu namanya 'Pemerintah', dan itu cucu dari salah satu tokoh Pepera,” ujar Otis Murib, salah satu keluarga korban Pemerintah Murib dalam video yang beredar pada Kamis (18/7/2024).

Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) merupakan jajak pendapat yang diselenggarakan oleh Pemerintah Indonesia di Papua di bawah pengawasan PBB pada 1969. Saat itu, sekitar 1.000 tokoh dari seantero Papua dipilih untuk menentukan apakah Papua merdeka atau ikut Indonesia. Hampir semua perwakilan itu memilih bergabung dengan Indonesia.

“Indonesia masuk di sini itu karena perjuangan bapaknya,” ia melanjutkan. Pemerintah Murib yang meninggal ditembak TNI juga merupakan kepala Desa Dokkome .

“Bapaknya mau kasih nama ‘Indonesia’ tapi dia lupa jadi dia kasih nama ‘Pemerintah’. Makanya kami semua sedih karena karena ini kami punya keluarga pejuang. Macam ini penghargaan yang Indonesia lakukan terhadap masyarakat ini?” 

Ia kemudian menyatakan bahwa kerusuhan yang dilakukan masyarakat itu karena yang ditembak benar adalah warga sipil. Ia mengatakan, memang sudah sekitar 20 tahun ada keberadaan OPM di kampung tersebut, Namun begitu, warga tak pernah bergolak jika mereka yang ditembak tentara Indonesia.

“Kalau mereka meninggal kami masyarakat ini tidak pernah ribut. Itu memang tugasnya TNI-Polri jadi kami kasih tinggal. Tapi kalau memang masyarakat murni yang tidak tahu apa-apa dapat tembak, nah itu masyarakat pasti akan marah,” kata Otis Murib.

Menurut dia, akibat dari penembakan itu, terjadi konflik antara masyarakat lokal dengan “masyarakat Nusantara”. “Jadi kita hari ini kumpul dengan masyarakat Nusantara ini supaya sepakat dulu. Kita bersatu supaya TNI berurusan dengan hukum,” katanya.

Ia juga menuntut ganti rugi untuk korban penembakan TNI maupun untuk korban warga pendatang. “Darah kami sama-sama merah, kami sama-sama Indonesia, makanya bayar,” ujarnya.

Kelompok masyarakat Mulia di Puncak Jaya juga membantah klaim TNI yang menyebutkan tiga korban penembakan, pada Rabu (17/7/2024) adalah anggota separatis bersenjata. Tokoh gereja, dan adat setempat memastikan tiga yang tewas ditembak oleh militer Indonesia tersebut, adalah warga biasa, yang selama ini tak ada kaitannya dengan kelompok separatis bersenjata.

Hal tersebut, disampaikan terbuka oleh Kelompok Masyarakat Adat Mulia di Puncak Jaya, pada Kamis (18/7/2024). Dalam surat terbuka, masyarakat mengatakan, ketiga orang korban tewas yang ditembak mati oleh Satgas Yonif 753, adalah Dominus Enumbi, Pemerintah Murib, dan Tonda Wanimbo. Dan ketiganya, dikatakan tak ada kaitannya dengan klaim TNI sebagai anggota pentolan separatis Teranus Enumbi.

“Kapendam Cenderawasih dan Satgas 753 telah menyebarkan berita hoaks, berupa foto bintang kejora, dan senjata api editan di media massa. Dan menyebarkan berita bohong guna menutupi kesalahan Satgas 753 yang menembak mati ketiga masyarakat sipil tersebut,” begitu dalam pernyataan tertulis Masyarakat Mulia yang diterima Republika, di Jakarta, Kamis (18/7/2024).

“Bahwa yang dilakukan oleh TNI, bersama Satgas TNI lainnya di Puncak Jaya hanya menambah masalah, dan bukan menyelesaikan masalah,” begitu sambung surat terbuka tersebut.

Masyarakat Mulia, dalam penyampaian tersebut memastikan, jika tiga korban yang tembak mati oleh TNI tersebut adalah anggota separatis Papua Merdeka, tentunya tak akan ada perlawanan dari Orang Asli Papua (OAP). Akan tetapi, menurut Masyarakat Mulia, karena salah-satu korban tewas tersebut adalah kepala kampung, yang merupakan salah-satu tokoh adat, yang terjadi adalah perlawanan.

“Kami Masyarakat Mulia Puncak Jaya mengutuk keras Satgas 753 yang menembak mati warga sipil, dan menuduh mereka sebagai OPM. Jika korban yang dibunuh oleh Satgas 753 tersebut adalah anggota OPM, atau anggota Teranus Enumbi, Masyarakat Mulia Puncak Jaya tidak akan melakukan perlawanan sampai membakar mobil polisi dan militer,” begitu menurut pernyataan warga Mulia tersebut.

Atas jatuhnya korban menyusul kerusuhan, Masyarakat Mulia setuju untuk memohon ampunan dan maaf. “Kami turut berduka cita atas semua masyarakat yang tidak bersalah, yang meninggal dunia dari warga Papua maupun pendatang.” 

Dari tokoh ramai dibicarakan ini, siapa kamu jagokan sebagai calon gubernur DKI Jakarta 2024

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement