Kamis 01 Aug 2024 20:11 WIB

Pembunuhan Pimpinan Hamas Berisiko Menyeret Amerika ke dalam Perang

AS telah berupaya menahan Israel dari eskalasi.

Rep: Fuji E Permana/ Red: Muhammad Hafil
Warga Iran mengawal jenazah pemimpin Hamas Ismail Haniyeh saat upacara pelepasan di Teheran, Iran, Kamis, 1 Agustus 2024.
Foto: AP Photo/Vahid Salemi
Warga Iran mengawal jenazah pemimpin Hamas Ismail Haniyeh saat upacara pelepasan di Teheran, Iran, Kamis, 1 Agustus 2024.

REPUBLIKA.CO.ID,TEHRAN -- Berbicara pada Senin lalu, dua hari setelah Israel menyalahkan Hizbullah Lebanon atas serangan yang menewaskan 12 orang di Dataran Tinggi Golan yang dijajah Israel, pejabat Gedung Putih Amerika Serikat (AS) John Kirby menegaskan kembali dukungan AS untuk Israel, tetapi menekankan bahwa AS masih menginginkan de-eskalasi regional.

“Kami percaya bahwa masih ada waktu dan ruang untuk solusi diplomatik,” kata Kirby, dikutip dari laman Al-Jazeera, Kamis (1/8/2024)

Baca Juga

Amerika Serikat telah secara terbuka menyatakan bahwa mereka tidak menginginkan kemungkinan perang regional secara habis-habisan, bahkan ketika mereka mengirim pasukan ke Timur Tengah setelah serangan 7 Oktober 2023 terhadap Israel, dan dimulainya perang di Gaza.

Timur Tengah, dan dunia yang lebih luas, telah menahan napas dalam beberapa kesempatan sejak saat itu, terutama ketika Israel membunuh dua jenderal Iran di konsulat Teheran di Damaskus pada April. Selanjutnya diikuti oleh serangan Iran yang ditelegramkan terhadap Israel.

Pada saat itu, laporan menunjukkan bahwa AS telah berupaya menahan Israel dari eskalasi dan juga mencegah Israel melancarkan serangan skala penuh terhadap Hizbullah di Lebanon.

Sementara itu, AS telah menjadi salah satu negara yang memediasi gencatan senjata potensial antara Israel dan Hamas, meskipun tampaknya telah menemui beberapa hambatan selama beberapa bulan terakhir.

Sekarang, setelah pembunuhan terang-terangan pemimpin politik Hamas Ismail Haniyeh di Teheran, kelompok Palestina dan Iran menyalahkan Israel atas pembunuhan pimpinan Hamas dan pembunuhan komandan senior Hizbullah Fuad Shukr di Beirut. Akibat itu semua, dalam beberapa jam, tujuan ganda AS untuk gencatan senjata dan de-eskalasi regional tampak seperti hancur berantakan.

Penasihat Senior Program AS di International Crisis Group, Brian Finucane mengatakan kepada Al Jazeera bahwa de-eskalasi regional pada akhirnya akan muncul setelah gencatan senjata di Gaza. Tanpa gencatan senjata, potensi konflik yang meluas yang melibatkan pasukan AS yang ditempatkan di wilayah tersebut selalu ada.

“Jika anda ingin menghindari eskalasi lebih lanjut di wilayah tersebut, termasuk eskalasi yang melibatkan pasukan AS, anda perlu mengamankan gencatan senjata di Gaza. Itulah yang diperlukan untuk menenangkan keadaan dengan Houthi (di Yaman), dengan Hizbullah, dan melanjutkan jeda dalam serangan terhadap pasukan AS di Suriah dan Irak,” kata Finucane.

Namun, dengan serangan baru-baru ini, Finucane percaya bahwa prospek gencatan senjata yang ditengahi AS saat ini telah menjadi rumit, dapat tergelincir dalam jangka pendek.

Sumber:

https://www.aljazeera.com/news/2024/8/1/haniyeh-killing-risks-dragging-us-into-war-it-says-it-doesnt-want

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement