Jumat 02 Aug 2024 19:50 WIB

Aturan Aborsi Maksimal 14 Pekan Dinilai Perlu Ditinjau Ulang, PB IDI Minta Dilibatkan

Melakukan aborsi pada usia kehamilan 14 pekan berisiko bagi ibunya.

Red: Mas Alamil Huda
Foto: Ilustrasi aborsi. Aturan aborsi maksimal 14 pekan dinilai perlu ditinjau ulang karena dinilai berisiko terhadap ibunya.
Foto: Ilustrasi aborsi. Aturan aborsi maksimal 14 pekan dinilai perlu ditinjau ulang karena dinilai berisiko terhadap ibunya.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Ketua Bidang Legislasi dan Advokasi Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Ari Kusuma Januarto menuturkan, perlu adanya diskusi antara para ahli dan pemerintah untuk menentukan batas usia janin yang dapat diaborsi. Hal itu disampaikan Ari sebagai respons mengenai peraturan dalam KUHP atau Pasal 463 UU 1/2023, yang menyebutkan bahwa aborsi dilakukan pada janin yang usianya di bawah 14 pekan.

"Jujur, pada usia janin 14 pekan kami sendiri sebagai profesi sebetulnya agak bertanya-tanya. Karena pertama, 14 pekan jelas akan lebih besar, dan itu tentu mempunyai risiko perdarahan pada si ibunya," ujar Ari dalam temu media daring yang membahas tentang ketentuan aborsi dalam PP aturan pelaksana UU nomor 17 tahun 2023 tentang Kesehatan, Jumat (2/8/2024).

Baca Juga

Dia juga menilai, janin pada usia 14 pekan sudah bernyawa. Sehingga dengan melakukan aborsi pada usia kehamilan seperti itu, risiko bagi ibunya juga semakin besar, apalagi jika kehamilannya disebabkan oleh pemerkosaan. Sejumlah dampak tersebut, ujarnya, seperti trauma psikologis, infeksi, serta perdarahan.

Oleh karena itu, dia menyebut bahwa penting untuk melibatkan organisasi profesi, guna berdiskusi, berkolaborasi, agar dapat menyelamatkan nyawa para perempuan di Indonesia. Ari juga mengatakan perlu juga adanya keselarasan dalam penentuan batas usia janin yang diaborsi tersebut.