REPUBLIKA.CO.ID, JEDDAH -- Putra Mahkota Arab Saudi Pangeran Mohammed bin Salman (MBS) mengaku khawatir akan potensi ancaman pembunuhan terhadap dirinya terkait kesepakatan perdamaian dengan Israel. Pangeran MBS dikutip Politico, Rabu (14/8/2024), berbicara kepada anggota Kongres AS bahwa hidupnya dalam bencana karena upayanya menormalisasi hubungan diplomatik dengan Israel.
MBS membandingkan situasinya saat ini dengan mantan presiden Mesir, Anwar Sadat yang dibunuh setelah menandatangani perjanjian damai dengan Israel. Kepada Politico, dilansir Turkiye Today, dia mempertanyakan langkah yang Amerika Serikat (AS) ambil dalam melindungi Sadat, menjadi ilustrasi betapa seriusnya risiko yang dia hadapi saat ini.
Ketakutan MBS khususnya terkait dengan konflik Israel-Palestina, yang meningkatkan ketegangan di kawasan, khususnya setelah perang di Gaza pecah. Dia menekankan, bahwa kesepakatan damai apapun harus termasuk sebuah jalan menuju pendirian Negara Palestina, sambil beragumentasi bahwa mengabaikan kemerdekaan Palestina bisa menghancurkan perannya sebagai pemegang kekuasaan di Saudi dan menambah destabilisasi Timur Tengah.
"Warga Saudi peduli akan hal ini (Palestina merdeka), jalan jalan di Timur Tengah peduli akan hal ini, dan kepemimpinan saya sebagai pemilik situs suci Islam (Arab Saudi) tidak akan aman jika saya tidak peduli akan masalah keadilan yang paling penting di kawasan."
Meski dalam bahaya, MBS bertekad untuk maju terus dalam proses menuju perdamaian, karena ia melihat hal itu sangat vital bagi masa depan Saudi. Proposal perjanjian dalam negosiasi rahasia, diduga meliputi penciptaan hubungan diplomatik dengan Israel, yang imbalannya adalah jaminan keamanan dari AS, dukungan progam nuklir, san investasi ekonomi.
Namun, perjanjian damai dengan Israel itu menghadapi tantangan besar, terutama keengganan Israel atas berdirinya negara Palestina.