REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Di tengah tantangan ekonomi pada Kuartal 1 tahun 2024 ini, PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk atau bank bjb mencatatkan kinerja positif. Bank yang berdomisili di Jawa Barat tersebut mencetak pertumbuhan aset sebesar 15,2 persen secara tahunan (year-on-year/YoY) menjadi Rp 202,5 triliun.
Direktur Utama bank bjb Yuddy Renaldi mengatakan, bergabungnya Bank Bengkulu menandai langkah penting bagi perseroan sehingga bank bjb menjadi BPD pertama di Indonesia yang berhasil menyelesaikan proses Kelompok Usaha Bersama (KUB). Dengan strategi KUB tersebut, maka aset bank bjb melesat hingga mencapai angka psikologis Rp 200 triliun.
Bahkan, sepanjang tiga bulan pertama tahun ini, laba sebelum pajak bank bjb tercatat Rp 435 miliar atau tumbuh 1,6 persen YoY dan laba sebelum pencadangan tumbuh 11 persen YoY.
Apa yang dilakukan bjb sejalan dengan upaya pemerintah untuk mendorong konsolidai bank-bank daerah melalui merger. Merger bank daerah dinilai menjadi langkah strategis untuk memperkuat fondasi ekonomi daerah.
Dengan bersatunya beberapa bank daerah, terbentuklah entitas perbankan yang lebih besar dan kuat. Hal ini memungkinkan terciptanya sinergi yang lebih baik dalam hal pengelolaan aset, efisiensi operasional, serta perluasan jaringan layanan.
Merger tingkatkan ketahanan industri
Sejalan dengan upaya penyatuan bank-bank daerah, Otroritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan Peraturan OJK (POJK) Nomor 7 Tahun 2024 tentang Bank Perekonomian Rakyat dan Bank Perekonomian Rakyat Syariah (BPR/S) yang mulai berlaku sejak 30 April 2024. Dengan adanya beleid tersebut, diharapkan dapat meningkatkan ketahanan industri BPR/S melalui penguatan permodalan dan konsolidasi.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Dian Ediana Rae mengatakan, POJK tersebut mengatur beberapa aspek kelembagaan BPR/S, antara lain pendirian, kepemilikan, kepengurusan, jaringan kantor, penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan, serta pencabutan izin usaha.
“Pada POJK ini kami mengatur secara spesifik mengenai single presence policy melalui konsolidasi BPR/S. BPR/S dalam kepemilikan dan pengendalian PSP (Penyedia Layanan Pembayaran) yang sama dalam satu wilayah pulau atau kepulauan utama wajib melakukan konsolidasi melalui skema penggabungan atau peleburan,” kata Dian, kepada Republika beberapa waktu lalu..
Dian mengungkapkan pentingnya melakukan langkah merger tersebut. Menurut penuturannya, BPR/S memiliki peranan penting dalam memenuhi kebutuhan nasabah. Tidak hanya terhadap akses perkreditan atau pembiayaan, namun juga layanan keuangan lain yang dibutuhkan masyarakat.
“Guna menjawab tantanga tersebut, kita perlu meningkatkan ketahanan industri BPR/S melalui penguatan permodalan dan konsolidasi. Dengan adanya konsolidasi BPR/S, akses keuangan masyarakat terhadap produk dan layanan keuangan yang disediakan BPR/S tidak akan berkurang, namun dengan adanya konsolidasi dapat meningkatkan ketahanan industri BPR/S,” jelasnya.
Adapun mengenai keberjalanan konsolidasi BPR/S ke depan, Dian menargetkan bakal selesai dalam dua atau tiga tahun. Sehingga dia berharap manfaat dari merger tersebut bisa segera dirasakan masyarakat.
“Kita menargetkan proses konsolidasi BPR/S akan selesai pada April 2026 dan April 2027. Sehingga setelah periode konsolidasi ini, BPR/S diharapkan dapat semakin kuat dan memberikan kontribusi terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat serta pertumbuhan perekonomian di daerahnya,” jelasnya.
Terkendala keputusan politik daerah... (baca di halaman selanjutnya)