Senin 26 Aug 2024 18:09 WIB

Sejarah Masyumi: Era Pendudukan Jepang Hingga RI Merdeka

Masyumi bukanlah kolaborator penjajahan Jepang di Indonesia.

Red: Hasanul Rizqa
Partai Masyumi.
Foto: Masyumi
Partai Masyumi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Masa pendudukan Jepang di Tanah Air relatif singkat dibandingkan kolonialisme Belanda. Namun, pada fase itulah sejarah nasional mengalami dinamika yang krusial.

Nippon berupaya untuk menggalang kekuatan pemimpin dan rakyat Indonesia agar mendukungnya dalam kancah Perang Dunia II. Umat Islam pun turut menjadi sasaran.

Baca Juga

Pada November 1943, Madjelis Sjuro Muslimin Indonesia alias Masyumi terbentuk. Menurut Remy Madinier dalam Islam and Politics in Indonesia: The Masyumi Party between Democracy and Integralism (2015), komposisi Masyumi pada zaman Jepang diisi ulama dan politikus.

Kalangan yang pertama itu terutama berasal dari berbagai organisasi masyarakat (ormas) Islam besar, semisal Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU). Sementara, kalangan politikus Muslim kebanyakan datang dari golongan Sarekat Islam (SI).

Cara Jepang memandang dunia Islam sudah tampak sebelum pecah Perang Dunia II. Madinier menjelaskan, sejak awal abad ke-20 Nippon mulai mengirimkan mahasiswa ke Mesir untuk mempelajari kaum Muslimin.

Bahkan, pada 1939 Tokyo menjadi tuan rumah konferensi pan-Islamisme. Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI) tercatat sebagai salah satu tamu undangannya. Saat mengonsolidasi kekuasaan di Indonesia, Nippon mendirikan Kantor Urusan Agama (Shumubu) dan Persiapan Persatuan Oemmat Islam.

Namun, kaum Muslimin umumnya tak terbujuk propaganda Jepang. Apalagi, Nippon secara serampangan mendesak umat untuk ikut dalam sejumlah ritual yang jelas-jelas bertentangan dengan Islam, seperti seikerei (membungkuk ke arah timur sebagai penghormatan pada kaisar Jepang sebagai “titisan dewa matahari”).

Ulama-ulama terkemuka, umpamanya KH Hasyim Asyarie dan Kiai Mahfudz, bahkan sempat dipenjara Jepang lantaran menolak seikerei.

Maka, pembentukan Masyumi diharapkan Jepang dapat membuka babak baru hubungan dengan kaum Muslim. Nippon membuka pendaftaran Masyumi bagi dua pihak, yakni ormas dan kalangan ulama atau kiai.

Sejak awal 1945, Jepang kian membuka lebar jalan bagi Masyumi untuk menyebarkan pengaruh di tengah publik sampai ke pelosok-pelosok. Alhasil, jaringan organisasi keislaman ini melampaui yang dahulu dicapai MIAI.

Pada Maret 1945, Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK) dibentuk beberapa bulan setelah Perdana Menteri Jepang Koiso menjanjikan kemerdekaan Indonesia “tak lama lagi.” Walaupun Masyumi berada di luar kegiatan politik praktis saat itu, jaringan yang dibangunnya hingga daerah-daerah menjadi modal besar untuknya kelak bertransformasi menjadi partai politik.

Masyumi bukan kolaborator Jepang ....

 

Dari tokoh ramai dibicarakan ini, siapa kamu jagokan sebagai calon gubernur DKI Jakarta 2024

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement