Kamis 12 Sep 2024 21:09 WIB

Ini Kronologi Kasus Dugaan Korupsi Technopark Rp 1,2 T

Sebelumnya, Kejaksaan telah menggeledah Gedung Cyber Kuningan terkait kasus ini.

Ilustrasi Korupsi
Foto: MGIT4
Ilustrasi Korupsi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kasus dugaan korupsi proyek Technopark yang digarap PT Hutama Karya, (Persero) 2018-2020 menuai sorotan penegak hukum. Kasus ini dinilai merugikan keuangan negara sebesar Rp 1,2 triliun sepanjang periode tahun tersebut.

Direktur Utama PT Hutama Karya (Persero) Budi Harto menjelaskan kronologinya. Pada 2018, pihaknya mendapatkan penawaran kerja sama dari PT Cempaka Surya Kencana (CSK), PT Azbindo Nusantara (Azbindo) dan Aziz Mochdar (AM). Kerja sama itu berupa pengembangan tanah milik PT CSK di Jalan Gatot Subroto seluas 5 hektare (objek tanah) untuk dijadikan proyek Technopark.

Baca Juga

Seiring dengan berjalannya waktu, skema transaksi itu berubah ketika anak usaha Hutama Karya, yakni PT HK Realtindo (HKR), mengakuisisi 55 persen saham milik Azbindo di PT CSK. HKR bahkan telah membayar uang komitmen awal senilai Rp 200 miliar, sebagai syarat uji tuntas (due dilligence) atas objek saham tersebut.

"Setelah melalui beberapa kesepakatan awal, para pihak menyepakati Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) dan Berita Acara Kesepakatan (BAK) akuisisi pada tanggal 2-3 Desember 2019 untuk pengambilalihan objek saham senilai Rp 2,2 triliun," ujar Budi Harto menjelaskan dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis (12/9/2024).

Harga saham sebesar Rp 2,2 triliun tersebut akan dibayarkan dengan konversi uang komitmen awal senilai Rp 200 miliar. Adapun sisanya sebesar Rp 2 triliun akan dibayar dengan Akta Pengakuan Utang (Promissory Note).

Ia melanjutkan, pada 21 Februari 2020, transaksi dilaksanakan dengan penandatanganan Akta RUPS, Akta Jual Beli, Akta Pengakuan Utang Rp 2 triliun, dan Akta Gadai Atas Objek Saham. Ini untuk menjamin pembayaran utang Rp 2 triliun dari HKR kepada Azbindo.

Untuk pelaksanaan kerja sama proyek Technopark itu, pihak PT CSK kemudian meminjam dana Rp 1 triliun kepada HKR dengan jaminan dua surat tanah, yakni SHGB No 122/Kuningan Barat seluas 17.910 m persegi dan SHGB No 335/Kuningan Barat seluas 146 m persegi.

Proyek Technopark belum terealisasi, tetapi Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) telah mengeluarkan Laporan Hasil Audit Investigasi (LHAI). Kesimpulan LHAI itu menyatakan, terdapat penyimpangan tata kelola perusahaan (good corporate governance/GCG) dalam transaksi pengambilalihan objek saham. Salah satu alasannya karena objek tanah tidak clear and clean alias bermasalah hukum.

"BPKP telah mengeluarkan LHAI dengan kesimpulan terdapat penyimpangan GCG dalam transaksi pengambilalihan objek saham, salah satunya karena objek tanah tidak clean and clear," urai Budi Harto.

Akibat adanya LHAI BPKP itu ...

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement