REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Di tengah aksi saling serang antara kelompok perlawanan Hizbullah versus pasukan militer Israel, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memiliki lebih dari 10 ribu pasukan yang berasal dari 50 negara. Mereka adalah United Nations Interim Force in Lebanon (UNIFIL) yang bertugas di Lebanon selatan.
Keberadaan pasukan PBB ini diinisiasi oleh dewan keamanan pada 1978 dengan Resolusi 425 dan 426 setelah Israel menginvasi Lebanon. Resolusi tersebut menetapkan misi penjaga perdamaian internasional untuk mengonfirmasi penarikan pasukan Israel dari Lebanon, memulihkan perdamaian dan keamanan internasional, dan membantu Pemerintah Lebanon memulihkan otoritas efektifnya di wilayah tersebut.
Sejauh ini, belum ada tindakan militer yang bisa dilakukan pasukan UNIFIL tersebut meski serangan Israel beberapa kali telah mengenai markas mereka. Meski demikian, UNIFIL melakukan tindakan diplomasi untuk menurunkan ketegangan antara kedua belah pihak. Lewat akun X, UNIFIL mengonfirmasi jika Letnan Jenderal Aroldo Lázaro, Kepala Misi dan Komandan Pasukan UNIFIL, telah menghubungi kedua belah pihak di Lebanon dan Israel. Lazaro menekankan perlunya segera de-eskalasi. Berbagai upaya terus dilakukan untuk mengurangi ketegangan dan menghentikan penembakan.
Lt. Gen. Aroldo Lázaro, Head of Mission and Force Commander of UNIFIL, has been in contact with both Lebanese and Israeli parties, emphasizing the urgent need for de-escalation. Efforts are ongoing to reduce tensions and halt the shelling.