Selasa 24 Sep 2024 10:14 WIB

Sekum Muhammadiyah Jelaskan Masa Depan Agama

Muhammadiyah menghadiri forum internasional dialog antar-agama di Paris, Prancis.

Sekretaris Umum (Sekum) Pimpinan Pusat Muhammadiyah Prof Abdul Mu
Foto: dok muhammadiyah
Sekretaris Umum (Sekum) Pimpinan Pusat Muhammadiyah Prof Abdul Mu

REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Dalam 20 tahun terakhir, Asia menyaksikan perubahan dalam kehidupan beragama dan sosial. Masyarakat di negara-negara benua tersebut, termasuk Indonesia, kian percaya bahwa iman adalah penting dan dibutuhkan dalam kehidupan.

Hal itu disampaikan Sekretaris Umum (Sekum) Pimpinan Pusat Muhammadiyah Prof Abdul Mu'ti dalam acara dialog agama-agama Comunita di Sant’Egidio di Paris, Prancis. Forum internasional tersebut diselenggarakan sejak Ahad (22/9/2024) hingga hari ini.

Baca Juga

Sekum PP Muhammadiyah itu mengingatkan, kondisi demikian tak lantas mengabaikan fakta bahwa pelepasan (disengagement) terhadap agama masih menjadi fenomena di tengah masyarakat. Hal ini seyogianya menjadi perhatian para pemuka agama dan umat.

“Pelepasan semacam ini dapat menyebabkan hilangnya relevansi agama,” ujar Abdul Mu'ti kepada hadirin forum Comunita di Sant’Egidio, seperti dikutip dari keterangan tertulis yang diterima, Selasa (24/9/2024).

Hingga batas-batas tertentu, lanjut dia, masa depan agama akan bergantung pada kemampuannya dalam menjawab tantangan-tantangan yang ada. Dalam konteks Asia, menurut Abdul Mu'ti, terdapat lima tantangan.

Pertama, tantangan kesehatan mental. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah memberikan peringatan terkait hal ini.

Persoalan tersebut ditandai dengan meningkatnya angka bunuh diri dan gangguan psikologis. Menurut Abdul Mu'ti, kehidupan materialistis telah menyebabkan tingkat stres yang tinggi, penurunan kohesi sosial, dan kekosongan spiritual.

Kedua, tantangan masyarakat lanjut usia yang disebabkan oleh faktor sosial. Abdul Mu'ti menjelaskan, hal itu pun berkaitan dengan perubahan pandangan generasi muda tentang pernikahan dan kehidupan berkeluarga. Alhasil, tak sedikit yang cenderung memilih untuk tidak menikah dan tidak memiliki anak (childfree). Selain itu, usia harapan hidup juga berkelindan dengan layanan kesehatan yang lebih baik dan gaya hidup sehat.

Tantangan ketiga adalah kemanusiaan. Perkembangan industri membawa sisi negatif seperti perdagangan manusia, eksploitasi, dan “perbudakan modern."

Keempat, soal krisis lingkungan, terutama perubahan iklim dan semua dampaknya. Adapun yang terakhir, ihwal kesenjangan antara kaum kaya dan kaum papa yang semakin melebar. Ini disebabkan kapitalisme absolut dan kurangnya solidaritas sosial.

“Bagaimana agama dapat menjawab tantangan-tantangan ini? Agama perlu direvitalisasi dan disegarkan kembali, tidak hanya sebagai rangkaian ritual dan praktik spiritual, tetapi yang lebih penting sebagai formula untuk menyelesaikan masalah kehidupan nyata," ujar guru besar UIN Syarif Hidayatullah itu.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement