REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peter dari Montboissier, seorang kepala biara Cluny, Prancis, merupakan sosok perintis studi keislaman (Islamic studies) yang dilakukan kaum non-Muslim di Eropa. Ia juga disebut sebagai Peter yang Mulia atau Peter the Venerable.
Tokoh yang meninggal pada tahun 1156 itu mengawali upaya kaum Katolik terpelajar untuk menerapkan studi sistematis tentang ajaran Islam langsung dari sumbernya. Itu dilakukannya dengan mendorong penerjemahan Alquran, hadis, dan kisah Nabi Muhammad SAW dari bahasa Arab ke bahasa Latin.
Upayanya bermula sejak tahun 1142. Saat itu, Peter pergi ke Spanyol--wilayah yang dahulu bernama Andalusia--untuk mengunjungi biara Cluniac. Tempat ini diketahui memiliki perpustakaan dengan koleksi buku-buku berbahasa Arab yang cukup beragam.
Dari sana, Peter kembali ke Prancis dengan memboyong sejumlah naskah tentang Islam. Ia ingin tiap dokumen itu diterjemahkan ke dalam bahasa Latin sehingga dapat dibaca serta dikomentari para Katolik terpelajar.
Himpunan naskah yang diboyong Peter ini merupakan korpus awal Islamic studies di Barat. Banyak upaya-upaya awal untuk menerjemahkan Alquran ke dalam bahasa-bahasa Eropa memanfaatkan naskah dari Cluniac.
Peter the Venerable kemudian membentuk sebuah tim yang diisi seorang pakar bahasa Arab, Robert of Ketton. Tugas mereka adalah menerjemahkan Alquran, hadis, dan teks sejarah kehidupan Nabi Muhammad SAW dari bahasa Arab ke bahasa Latin.
Berkat inisiasi Peter, sirkulasi teks yang mempelajari Islam kian tersebar di wilayah Eropa-Katolik. Dalam sebuah suratnya untuk pemimpin Pasukan Salib, ia berharap studi tekstual ini dapat mendukung upaya merebut Yerusalem dari daulah Muslim.
Meskipun dengan tegas mendukung Kristen, Peter the Venerable ternyata memiliki mental intelektual yang matang. Sebab, ia juga mengkritik tulisan-tulisan orang Kristen yang dianggap tidak tepat dalam mendeskripsikan Islam, sosok Nabi Muhammad, atau Alquran.
Dalam masa itu di Eropa, banyak sarjana yang sarat prasangka terhadap Islam. Saat menulis tentang sejarah kehidupan Rasulullah SAW, mereka begitu vulgar menyimpang dari fakta. Nabi SAW ditudingnya sebagai "penggila seks" atau "pendusta."
Bagi Peter, studi keislaman perlu dilakukan secara presisi. Itu tecermin pada hasil terjemahan.
Namun, etika terpelajar seperti yang ditampilkan Peter tidak diindahkan kalangan Gereja Katolik. Sebab, konteks zaman saat itu adalah Perang Salib. Banyak tokoh Katolik berupaya menjalankan perang diskursus untuk merendahkan martabat Islam. Dengan demikian, tentara Salibis dapat dibenarkan merebut Yerusalem dari tangan Muslim.
Geliat studi keislaman terus berlanjut sepanjang abad ke-12. Terjemahan pertama Alquran berbahasa Spanyol terbit pada 1456. Ini adalah hasil kolaborasi antara teolog Kristen Juan de Segovia dan sarjana Muslim Yca Gidelli.
Di Andalusia dan Sisilia (Italia), tumbuh aktivitas penerjemahan teks-teks berbahasa Arab yang bertemakan sains ke dalam bahasa Latin. Para penerjemah bukan hanya kelompok Katolik terpelajar, melainkan juga Muslim atau Yahudi.