Senin 30 Sep 2024 08:40 WIB

Kisah Baratayudha dan G30SPKI

Bung Karno mengibaratkan pemberontakan pada 1965 dengan perang Mahabarata.

Red: Fitriyan Zamzami
Presiden Sukarno menangis di pemakaman Jenderal Ahmad Yani yang gugur dalam peristiwa G30SPKI.
Foto: Public Domains
Presiden Sukarno menangis di pemakaman Jenderal Ahmad Yani yang gugur dalam peristiwa G30SPKI.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pada 30 September 1965 terjadi peristiwa pembunuhan sejumlah petinggi Tentara Nasional Indonesia (TNI). Sehari kemudian, pada pagi hari pukul 07.00 WIB, Radio Republik Indonesia (RRI) menyiarkan berita mengagetkan. Isinya, Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia (G30S/PKI) di bawah pimpinan Letnan Kolonel Untung dan resimen Cakrabirawa menggagalkan kudeta dewan jenderal.

Wartawan senior Republika Alwi Shahab yang wafat pada 2020 lalu sempat mencatat suasana saat itu. Berikut tulisannya yang terbit di Harian Republika pada 2015:

Baca Juga

Berita lainnya seolah tidak terdengar lagi. Masyarakat fokus dan bertanya-tanya tentang berita tersebut. Saya dengar berita itu pada malam hari. Ketika itu, saya sempat menghadiri acara pidato Presiden Sukarno di Istora Senayan dalam rapat teknisi Angkatan Darat. Saya harus meliput acara tersebut karena itu tugas. Ketika itu, saya adalah wartawan pemula.

Waktu itu Bung Karno menceritakan kisah pertempuran Pandawa dan Kurawa. Bung Karno menjelaskan Arjuna dari pihak Pandawa pada mulanya tidak ingin berperang dengan Kurawa karena mereka adalah saudara. Bagi Arjuna, rasanya tidak mungkin menyerang saudara sendiri. Kurawa dan Pandawa berasal dari satu guru, yaitu Drona.