REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pada 7 Oktober 2023, Israel sang penjajah melakukan penghancuran dan genosida di bumi Gaza, Palestina. Sampai Oktober 2024, Israel masih melakukan penghancuran dan genosida di bumi Palestina, meski sudah dinyatakan bahwa Israel melakukan kejahatan perang.
Ketua Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat KH Muhammad Cholil Nafis mengatakan, ada yang harus terus dilakukan dan tidak boleh berhenti. Yakni melanjutkan Fatwa MUI yang menyatakan bahwa mendukung kemerdekaan Palestina hukumnya adalah wajib.
"Sementara, mendukung Israel yang melakukan penjajahan dan genosida terhadap Palestina adalah haram, apalagi sekarang Israel sudah menyerang Lebanon," kata Kiai Cholil kepada Republika, Rabu (2/10/2024).
Kiai Cholil mengajak semuanya untuk tetap membantu saudara seiman dan saudara sesama anak manusia yakni bangsa Palestina. Minimal mendoakan saudara di Palestina setiap saat agar saudara-saudara di Palestina diberi ketabahan dan kekuatan oleh Allah dan diberi kemenangan.
"Yang punya harta bisa memberikan hartanya, yang punya kekuatan diplomasi bisa dilakukan dengan diplomasi, untuk kemerdekaan Palestina," ujarnya.
Kiai Cholil mengatakan, oleh karena itu, mari menghambat kekuatan Israel. Mari boikot harus terus dilaksanakan. Niatkan untuk membantu saudara-saudara di Palestina.
"Meskipun upaya kita dinilai kurang berarti, tapi seperti kisah burung pipit di zaman Nabi ibrahim, yang hanya bisa mengangkut air dalam paruhnya yang kecil untuk memadamkan api yang membakar Nabi Ibrahim, tapi di mana posisi kita itu penting untuk dipertanggungjawabkan di hadapan Allah," jelas Kiai Cholil.
Sebelumnya, Republika menggelar Focus Group Discussion (FGD) Peringatan Satu Tahun Serangan Israel ke Gaza di Gedung Republika, Jakarta Selatan, Jumat (27/9/2024).
Direktur Republika Nur Hasan Murtiadji menyampaikan, telah satu tahun, Israel melancarkan serangan besar-besaran terhadap Gaza dan mengakibatkan kerusakan yang parah serta penderitaan bagi warga sipil. Satu tahun setelah peristiwa tragis ini, penting untuk mengingat dan merenungkan kembali dampak yang dialami oleh rakyat Palestina.
"Melalui kegiatan FGD ini, Republika ingin menyuarakan solidaritas, mengedukasi masyarakat, dan menginisiasi gerakan untuk membantu rakyat Palestina," kata Nur Hasan.
Nur Hasan menyampaikan tujuan kegiatan FGD Peringatan Satu Tahun Serangan Israel ke Gaza. Di antaranya meningkatkan kesadaran masyarakat tentang situasi kemanusiaan di Gaza, menyampaikan pesan solidaritas terhadap rakyat Palestina, dan memfasilitasi diskusi mengenai upaya bantuan dan dukungan untuk Gaza.
Tujuan lainnya, mengajak partisipasi aktif dari masyarakat dalam gerakan kemanusiaan untuk Palestina, membangun kolaborasi antara lembaga-lembaga kemanusiaan untuk merespons situasi di Gaza, dan menyusun rekomendasi yang dapat disampaikan kepada pemerintah dan masyarakat internasional.
Untuk diketahui, Israel belum menghentikan genosidanya di Gaza menjelang setahun aksi brutal tersebut. Kehancuran di wilayah terkepung itu kian tak terperi.
Sebanyak 41.500 orang syahid akibat serangan Israel, kebanyakan adalah anak-anak dan perempuan. Sebanyak 96.000 orang menjadi korban terluka akibat serangan Israel di Gaza.
Sebanyak 495.000 warga Gaza yang menghadapi kelaparan, 95 persen warga Gaza mengalami rawan pangan. Sebanyak 625.000 orang anak Gaza putus sekolah sejak agresi Israel. Puluhan ribu anak tidak bisa mengikuti ujian.
Sebanyak 70 persen bangunan di Gaza hancur, butuh 15 tahun untuk membangun kembali Gaza. Sebanyak 350 unit sekolah di Gaza telah hancur akibat serangan Israel, sebanyak 12 universitas juga hancur.
Sebanyak 160 orang jurnalis syahid di Gaza akibat serangan Israel. Sebanyak 90 persen dari 2,4 juta penduduk Gaza terpaksa mengungsi dan berpindah-pindah. Sebanyak 300 orang personel medis telah dibunuh oleh Israel, hanya sembilan dari 36 rumah sakit yang berfungsi.
Di antara peserta FGD yang hadir di antaranya perwakilan Forum Zakat (FOZ), Komite Nasional untuk Rakyat Palestina (KNRP), Dompet Dhuafa, Baznas, Medical Emergency Rescue Committee (MER-C), Yayasan Konsumen Muslim Indonesia (YKMI), Bulan Sabit Merah Indonesia (BSMI), Baitul Maal Hidayatullah (BMH) dan lain sebagainya.
YKMI juga mendorong masyarakat untuk terus menguatkan gerakan boikot di Tanah Air. "Dari 10 merek yang kami rekomendasikan untuk diboikot, itu pun masih belum efektif. Begitu pun dengan konsolidasi dengan merek nasional yang akan menjadi penggantinya. Yang selama ini telah muncul pun itu masih bersifat spontan," kata Juru Bicara YKMI, Megel Jekson.
Dia menyebut, 10 merek itu yakni, Starbucks, Danone, Nestle, Zara, Kraft Heinz, Unilever, Coca Cola Group, McDonalds, Mondelez, Burger King, dan Kurma Israel.