REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Israel tak menampik keputusannya terus menyerang Palestina dan meluas ke berbagai negara Timur Tengah lain berdampak besar terhadap kondisi ekonomi negaranya. Menteri Keuangan Israel Bezalel Smotrich mengatakan eskalasi perang membuat keuangan negara mengalami tekanan besar.
"Ekonomi Israel menanggung beban perang terpanjang dan termahal dalam sejarah negara itu," ujar Smotrich seperti dikutip dari CNN pada Senin (7/10/2024).
Smotrich mengkhawatirkan meningkatnya ketegangan dengan Libanon hingga Iran yang akan berubah menjadi konflik besar-besaran. Namun, Smotrich tetap percaya diri bahwa ekonomi Israel masih kuat dan bahkan tetap menarik investasi dari luar negeri.
Mantan Gubernur Bank Sentral Israel Karnit Flug tidak setuju dengan pernyataan Smotrich. Menurut Karnit, perluasan konflik justru kian meningkatkan biaya ekonomi Israel. "Jika eskalasi baru-baru ini berubah menjadi perang yang lebih lama dan lebih intens, ini akan berdampak lebih berat pada aktivitas dan pertumbuhan ekonomi (di Israel)," ucap Karnit.
Laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyebut perang telah memperburuk situasi di Gaza secara signifikan, mendorongnya ke dalam krisis ekonomi dan kemanusiaan sejak lama, dan Tepi Barat mengalami penurunan ekonomi yang cepat dan mengkhawatirkan. Institut Studi Keamanan Nasional di Universitas Tel Aviv, Israel, menilai ekonomi Israel bisa menyusut lebih jauh lagi imbas dari konflik berkepanjangan.
"Dalam sejumlah skenario, para peneliti melihat PDB per kapita Israel yang dalam beberapa tahun terakhir melampaui Inggris akan turun tahun ini, karena populasi Israel tumbuh lebih cepat daripada ekonominya dan standar hidup menurun," tulis laporan Universitas Tel Aviv.
Sebelum serangan 7 Oktober dan perang Israel-Palestina yang terjadi setelahnya, International Monetary Fund atau IMF atau Dana Moneter Internasional memperkirakan ekonomi Israel akan tumbuh sebesar 3,4 persen tahun ini. Kini, proyeksi para ekonom berkisar antara satu persen hingga 1,9 persen.
"Pertumbuhan tahun depan juga diperkirakan akan lebih lemah dari perkiraan sebelumnya," sebut IMF.
IMF menyampaikan bank sentral Israel tidak mampu memangkas suku bunga guna menghidupkan kembali perekonomian karena inflasi sedang meningkat, didorong oleh kenaikan upah dan melonjaknya belanja pemerintah untuk mendanai perang.