REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) bekerja sama dengan Ditjen Kebudayaan Kemendikbudristek Republik Indonesia menggelar Seminar Internasional pada Selasa (8/10/2024). Seminar bertajuk Islam dan Budaya Demokrasi di Dunia Islam ini berlangsung di Auditorium KH Ahmad Azhar Basyir Gedung Cendekia UMJ.
Wakil Rektor IV UMJ Dr. Septa Candra, MH. mewakili Rektor, menyampaikan rasa terima kasih kepada Ditjen Kebudayaan Kemdikbudristek RI atas kepercayaan untuk bekerja sama dengan UMJ menyelenggarakan seminar internasional. Menurutnya, tema seminar sangat menarik karena Indonesia adalah negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia.
“Mudah-mudahan UMJ dan Ditjen Kebudayaan Kemendikbudristek dapat bekerja sama dalam program-program sejenis baik di dalam maupun luar kampus,” ungkap Septa.
Ia berpesan pada seluruh mahasiswa dan peserta seminar dapat mencermati materi sangat bermanfaat dari akademisi lintas negara. Direktur Pengembangan dan Pemanfaatan Kebudayaan Kemendikbudristek RI Dr. Restu Gunawan, M.Hum., juga menyampaikan rasa terima kasih kepada UMJ atas kolaborasi dalam penyelenggaraan kegiatan.
Seminar Internasional merupakan salah satu program rutin Ditjen Kebudayaan Kemendikbudristek RI yang berkaitan dengan peningkatan kapasitas dan membangun jejaring. Ia sepakat dengan Warek IV UMJ bahwa tema seminar sangat menarik.
“Tema ini cukup menarik. Saya kira ini dapat menambah wawasan kita semua,” ungkap Restu.
Seminar Internasional menghadirkan tiga narasumber yaitu Rektor Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII) Prof. Jamhari Makruf, Ph.D., dosen International Islamic University Malaysia (IIUM) Assoc. Prof. Dr. Danial bin Mohd Yusof, Religious Studies Departement and Chair, Middle East and Islamic Studies Program Univresity of California Prof. Muhammad Ali, Ph.D.
Jamhari Makruf menjelaskan makalah berjudul “Does Islam Promote Democracy?” (Apakah Islam Mempromosikan Demokrasi?). Menurutnya, ada kemungkinan Islam mempromosikan demokrasi. Adanya jutaan muslim di dunia hidup di negara-negara demokrasi, menjadi bukti yang cukup bahwa tidak ada perselisihan yang inheren di antara kedua ide tersebut.
Dari bahasan tersebut, Jamhari menyimpulkan bahwa umat muslim kurang memiliki contoh dan sebagian besar negara muslim kaya adalah otoriter. Selain itu umat muslim juga kurang memiliki budaya demokrasi.
Danial menjelaskan terkait dengan Islam and The Culture of Democracy. Ia menjelaskan, budaya muslim dan Barat tidak saling bertentangan terkait dengan demokrasi, tetapi membutuhkan dialog yang berkelanjutan serta interaksi yang konstruktif.
Ia juga mengutip perkataan Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim tentang harapan terhadap populasi mayoritas muslim dan penekanan konstitusional pada Islam akan menginspirasi negara-negara lain.
Dalam konteks demokrasi Malaysia, PM Anwar Ibrahim mengatakan Malaysia harus dapat menunjukkan negara multirasial dan multi-agama dapat berkembang melalui tata kelola pemerintahan yang baik dan toleransi di tengah kontradiksi, rasisme, dan fanatisme agama.
Sementara itu, Muhammad Ali menjelaskan makalah berjudul “Islam and the Culture of Democracy: A Historical and Contemporary Overview”. Menurutnya, hubungan antara Islam dan budaya demokrasi sangat beragam dan dinamis.
Ia melihat para cendekiawan muslim kontemporer dan negara dengan penduduk mayoritas muslim sepakat tentang norma-norma seperti kepemimpinan dan keadilan. Namun mereka tidak sepakat dengan nilai-nilai dan sistem politik tertentu.
Banyak negara mayoritas Muslim mendukung demokrasi, meskipun beberapa mengkritik penerapannya, dan berusaha menghidupkan kembali sistem lama dalam konteks yang baru. Mereka juga tidak serta merta menerapkan norma-norma itu.
Budaya demokrasi sebagai norma termasuk supremasi hukum, partisipasi politik, toleransi, kebebasan, musyawarah, akuntabilitas, pendidikan, anti-kekerasan, resolusi konflik, sebagian telah direalisasikan. Namun, masih merupakan cita-cita yang sulit diimplementasikan oleh banyak negara muslim.
Ratusan peserta yang merupakan civitas academica UMJ dan masyarakat umum menyimak seminar secara hybrid. Hadir pula Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Prof. Abdul Mu'ti, M.Ed., menyampaikan pidato utama.