REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Penetapan mantan Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Trikasih Lembong, atau Tom Lembong sebagai tersangka korupsi impor gula diharapkan dapat membongkar seluruh praktik permafiaan importasi komoditas manis di Kementerian Perdagangan (Kemendag) tersebut.
Mantan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Yudi Purnomo mengatakan, agar Tom Lembong sebagai tersangka, mengajukan diri sebagai justice collaborator (JC) dalam kasus yang disebut-sebut merugikan keuangan negara Rp 400 miliar akibat kebijakan impor gula tersebut.
“Tom Lembong harus jadi justice collaborator,”kata Yudi melalui siaran pers yang diterima di Jakarta, Senin (4/11/2024).
Justice collaborator adalah pihak tersangka, terdakwa, ataupun terpidana yang bekerja sama dengan penyidik dalam pengungkapan perkara yang menjeratnya itu. Dalam kasus yang menjerat Tom, kata Yudi, adalah terkait dengan impor gula yang ditengarai menyalahi aturan, dan kewenangan. Periodeisasi kasus tersebut, pun didalami penyidik rentang 2015-2023.
Tom Lembong, dijerat tersangka atas perannya sebagai mendag periode 2015-2016. Menurut Yudi, kasus yang sudah berlangsung selama sembilan tahun itu, tentunya bisa menjadi gerbang bagi tim penyidik Kejaksaan Agung (Kejakgung) dalam membongkar gurita mafia impor.
“Kasus yang sudah berlangsung lama tersebut yaitu sekitar tahun 2015 atau sekitar sembilan tahun lalu tentu menjadikan kasus korupsi impor gula dalam hal ini bisa jadi telah menggurita bahkan menjadi mafia,” kata Yudi.
“Dengan dugaan perbuatan Tom Lembong yang dirilis kejaksaan terkait dengan mengijinkan impor gula padahal stok surplus, serta ada delapan perusahaan yang mengimpor saat itu sehingga negara dirugikan sebesar Rp 400 milyar maka kasus ini harus diusut tuntas,” kata Yudi melanjutkan.
Menurut Yudi, Tom merupakan menteri dari jajaran profesional yang memiliki pengetahuan tentang bagaimana proses perizinan impor gula tersebut terbuka pada saat dirinya menjabat sebagai mendag. Latar belakang Tom sebagai profesional yang menjabat mendag, tentunya juga paham tentang SOP dalam pengambilan keputusan.
“Sehingga ketika Tom Lembong berani mengeluarkan kebijakan tersebut (impor gula), tentunya dia sudah mengetahui siapa saja yang terlibat dalam proses keluarnya izin impor gula tersebut,” kata Yudi.
Karena itu kata Yudi, agar Tom, membeberkan semua pengetahuan, dan pengalamannya terkait impor gula itu ke penyidik. “Saya berharap Tom Lembong mau buka-bukaan,” kata Yudi.
Dia meminta Tom tak hanya berusaha membuktikan dirinya tak bersalah di hadapan penyidik maupun di pengadilan nantinya. Akan tetapi, agar Tom, mampu membongkar praktik-praktik culas di Kemendag.
“Tom Lembong jangan hanya sekadar membuktikan dirinya tidak bersalah. Tetapi, juga harus bersedia membongkar siapa-siapa saja mafia impor sebenarnya, yang menyeretnya saat ini sebagai tersangka,” kata Yudi.
Pada Selasa (29/10/2024), Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) menjebloskan Tom Lembong ke sel tahanan di Rutan Salemba, cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan (Kejari Jaksel).
Penyidik Jampidsus menetapkan Tom Lembong sebagai tersangka, bersama dengan inisial CS yang diketahui sebagai direktur pengembangan bisnis PT PPI. Kejagung menetapkan inisial Tom Lembong sebagai tersangka terkait perannya, selaku mantan Menteri Perdagangan (Mendag) 2015-2016. Jampidsus menetapkan Tom Lembong sebagai tersangka korupsi impor gula di Kementerian Perdagangan (Kemendag) periode 2015-2016
"Pada hari ini Selasa 29 Oktober 2024 penyidik pada Jampidsus menetapkan status saksi terhadap dua orang menjadi tersangka karena telah memenuhi bukti tindak pidana korupsi terkait dengan importasi gula di Kementerian Perdagangan (Kemendag) 2015-2023," kata Direktur Penyidikan Jampidsus, Abdul Qohar di Kejakgung, Jakarta, Selasa (29/10/2024).
Adapun kedua tersangka adalah TTL (Thomas Trikasi Lembong) selaku menteri perdagangan 2015 sampai dengan. Kemudian tersangka kedua atas nama CS selaku dir pengembangan bisnis PT PPI 2015 2016. Dia menerangkan kedua tersangka ditahan sejak peningkatan status tersangka, Selasa (29/10/2024). Kasus importasi gula ini, dikatakan merugikan negara Rp 400 miliar.