REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Privy, penyedia layanan digital trust, menunjukkan komitmennya untuk memperkuat keamanan, transparansi, dan keberlanjutan pada industri fintech peer to peer lending di Indonesia. Komitmen itu tertuang dalam sebuah pakta integritas yang disepakati bersama dengan Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH) dan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI), beberapa waktu lalu di Jakarta.
Komitmen yang disepakati oleh Privy bersama anggota AFTECH dan AFPI lainnya, serta disaksikan langsung Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dilakukan dalam bentuk kolaborasi teknologi, di antaranya dengan mengimplementasikan tanda tangan tersertifikasi yang aman dan tersertifikasi, serta mengembangkan standar kepatuhan sesuai regulasi yang telah ditetapkan, sehingga bisa memperkuat ekosistem fintech peer to peer lending di tanah air.
Pada keynote speech, Jasmi, Deputi Komisioner Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK, menyambut baik kesepakatan ini sebagai salah satu upaya menghadapi tantangan teknologi pada sektor keuangan.
“Di era digital saat ini, layanan keuangan digital yang didukung oleh fintech menjadi layanan dengan teknologi digital pada sektor keuangan termasuk fintech P2P lending yang dapat mengurangi biaya, meningkatkan kecepatan, transparansi dan keamanan, serta menyediakan layanan keuangan yang disesuaikan dengan kebutuhan konsumen agar lebih mudah diakses masyarakat,” ujar Jasmi.
Jasmi melanjutkan, pesatnya perkembangan fintech di indonesia menawarkan solusi bagi masyarakat, sehingga diharapkan dapat meningkatkan inklusi keuangan terhadap layanan keuangan digital. Saat ini ada 97 perusahaan P2P lending yang telah diberi izin oleh OJK.
“Terdapat potensi risiko fraud yang mengancam industri fintech, sehingga diperlukan inovasi yang andal, transparansi, pengawasan dan regulasi yang kuat, serta edukasi ke masyarakat. AI, machine learning, analytics big data telah mengubah cara kita mendeteksi dan mencegah fraud dengan lebih cepat, tepat, serta akurat,” ingat Jasmi.
Untuk itu Jasmi menambahkan, dalam rangka mendorong pelaksanaan implementasi anti-fraud bagi lembaga sektor keuangan, sebagaimana dimaklumi, OJK sudah menerbitkan beberapa regulasi. Ada POJK No 12 Tahun 2024 tentang strategi anti-fraud untuk lembaga sektor keuangan yang secara prinsip sudah mencakup cara pencegahan, deteksi, investigasi, pelaporan saksi, dan juga pemantauan evaluasi yang lebih lanjut.
“Pada industri P2P lending ini, OJK menerbitkan POJK No 10 Tahun 2022 tentang layanan pendanaan bersama berbasis teknologi informasi, yang juga sudah mencakup kewajiban penyelenggara untuk melakukan pengamatan terhadap sistem dengan baik guna menghindari gangguan, termasuk dengan verifikasi identitas pengguna dalam rangka meminimalkan risiko fraud, P2P lending sudah harus menggunakan TTE tersertifikasi sesuai regulasi yang berlaku,” jelas Jasmi.
Sementara itu, Marshall Pribadi, CEO Privy sekaligus Wakil Ketua Umum IV Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH) juga gembira atas kesepakatan ini. Menurutnya, peningkatan standar keamanan digital, pengembangan kerangka kerja transparansi yang efektif, serta regulasi yang berkelanjutan memang sangat dibutuhkan masyarakat, sejalan dengan kemajuan teknologi di berbagai sektor dan tantangan yang akan dihadapi.
"Privy berkomitmen menyediakan solusi teknologi yang memprioritaskan keamanan data pengguna serta mendorong pertumbuhan sektor fintech peer to peer lending yang transparan dan berkelanjutan. Kesepakatan bersama dengan AFTECH dan AFPI ini adalah bukti komitmen kami untuk meningkatkan kepercayaan publik terhadap layanan fintech di Indonesia," tambah Marshall.