Selasa 19 Nov 2024 09:15 WIB

Andika-Hendi Sambut Ancaman Pidana Pejabat dan Anggota TNI/Polri Jika tak Netral

Putusan MK bisa membuat pelaksanaan pilkada menjadi lebih adil dan tanpa intervensi.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Fernan Rahadi
Silaturahmi pasangan calon gubernur dan wakil gubernur yang diusung PDIP di Pilgub Jateng Andika Perkasa dan Hendrar Prihadi di GOR Sritex arena, Ahad (1/9/2024).
Foto: Republika/Alfian Choir
Silaturahmi pasangan calon gubernur dan wakil gubernur yang diusung PDIP di Pilgub Jateng Andika Perkasa dan Hendrar Prihadi di GOR Sritex arena, Ahad (1/9/2024).

REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Tim hukum pasangan calon gubernur-wakil gubernur Jawa Tengah (Jateng) nomor urut 1, Andika Perkasa-Hendrar Prihadi (Hendi), menyambut putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan permohonan uji materiel Pasal 188 UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota terhadap UUD 1945. Dengan putusan itu, kini pejabat daerah dan anggota TNI/Polri yang melanggar prinsip netralitas dalam pilkada bisa dipidana. 

"Dalam (putusan) Mahkamah Konstitusi ini, dalam Pasal 188 tersebut, terjadi perubahan yang sangat krusial, bahwa TNI/Polri tidak boleh lagi terlibat, ikut cawe-cawe, dalam pilkada di seluruh wilayah hukum Indonesia. Ini hal yang seharusnya itu terjadi sudah sejak lama," kata Ketua Tim Advokat Andika-Hendi, John Richard Latuihamallo, di Posko Pemenangan Andika-Hendi, Semarang, Senin (18/11/2024). 

 

Menurut John, putusan MK tersebut bisa membuat pelaksanaan pilkada menjadi lebih adil dan tanpa intervensi. Dia mengingatkan, dalam pelaksanaan pilkada-pilkada sebelumnya, terdapat oknum-oknum pejabat polisi yang tak mematuhi netralitas dan berpihak pada paslon tertentu. Ketidakberpihakan oknum tersebut pada akhirnya harus diikuti para anak buahnya.

 

"Kepolisian yang di bawah, jangan ikut perintah atasan yang salah. Ingat karier dan keluarga di rumah karena ada sanksi pidana yang menunggu. Banyak anggota Polri yang di bawah-bawah itu diperintahkan oleh atasannya. Mau tidak mau mereka tidak punya pilihan juga,  akhirnya mereka melakukan (tidak netral), itu pun juga karena tekanan," kata John. 

 

"Kami berharap Kapolda Jawa Tengah, kapolres seluruh kabupaten/kota sampai di tingkat polsek, untuk mundur, untuk tidak ikut terlibat di dalam proses pilkada ini. Apalagi terindikasi menekan atau memaksakan para kades, lurah, untuk terlibat ikut. Bahkan secara tidak adil disuruh berpihak kepada salah satu peserta pilkada," kata John. 

 

Pejabat negara hingga anggota TNI-Polri bisa dipidana jika terbukti tidak netral atau terlibat upaya memenangkan paslon tertentu di Pilkada 2024. Hal itu tertuang dalam amar Putusan Nomor 136/PUU-XXII/2024 yang dibacakan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Kamis (14/11/2024). 

 

Dalam putusannya, MK memasukkan frasa "pejabat daerah" dan "anggota TNI/Polri" ke dalam norma Pasal 188 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota. "Mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya," ujar Ketua MK Suhartoyo.  

 

Pasal 188 UU 1/2015 berbunyi: "Setiap pejabat negara, pejabat aparatur sipil negara, dan kepala desa atau sebutan lain/lurah yang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 bulan atau paling lama 6 bulan dan/atau denda paling sedikit Rp600.000,00 atau paling banyak Rp 6.000.000,00.”

 

Dugaan Pengerahan Kades

 

Menurut Ketua Tim Advokat Andika Perkasa-Hendrar Prihadi, John Richard Latuihamallo, Pilgub Jateng 2024 sudah terindikasi diintervensi. Dia menyoroti dugaan pengerahan para kepala desa untuk memenangkan pasangan calon gubernur-wakil gubernur Jateng nomor urut 2, Ahmad Luthfi-Taj Yasin Maimoen. Menurut John, hal itu terjadi misalnya di Pekalongan. 

 

John mengungkapkan, pada 21 Oktober 2024 lalu, dia dan timnya memperoleh informasi bahwa akan ada pertemuan sejumlah kades Pemalang untuk diarahkan memilih salah satu paslon dalam Pilgub Jateng 2024. Pertemuan para kades Pemalang itu dilaksanakan di Hotel Grand Dian di Kabupaten Pekalongan pada 22 Oktober 2024. Pertemuan mengusung tema "Silaturahmi dan Konsolidasi PKD". 

 

John bersama enam rekannya kemudian berangkat ke Hotel Grand Dian. Salah satu anggota timnya berhasil memasuki ruang pertemuan di hotel tersebut. "Di situ ditemukan beberapa fakta materiel: dua rekaman video, satu asli langsung didapatkan, satu lagi dari pihak ketiga yang beredar di media. Kemudian saksi fakta adalah kami berenam dan juga saksi pelapor yang ada di situ. Secara materiel itu sudah ada pembuktian terjadinya penggerakan kades untuk kepentingan 02," ungkap John. 

 

Menurut John, pertemuan para kades di Hotel Grand Dian Pekalongan juga turut dihadiri Ketua Paguyuban Kepala Desa Jateng Musyarofah. John dan timnya akhirnya melaporkan dugaan pengerahan kades itu ke Bawaslu Pekalongan pada 25 Oktober 2024. 

 

"Akhirnya pemeriksaan dilakukan Bawaslu Pekalongan. Bawaslu Pekalongan memeriksa saksi Musyarofah. Mereka pergi ke Grobogan (tempat tinggal Musyarofah), tapi yang bersangkutan informasinya tidak ada di tempat, katanya ke Jakarta," kata John. 

 

John kemudian meminta Bawaslu Pekalongan untuk memeriksa atau mengambil keterangan darinya serta enam rekannya. Namun Bawaslu Pekalongan tak melakukan hal tersebut. 

 

"Saya minta diperiksa langsung, tapi Bawaslu Pekalongan bilang harus ada panggilan. Nah ini hal yang aneh. Kalau menunggu panggilan kan akan mengurangi waktu lagi. Seharusnya saksi fakta yang disitu langsung diambil keterangan saja, tapi itu tdk dilakukan," kata John.

 

Pada 5 November 2024, Bawaslu Pekalongan merilis surat pemberitahuan kepada saksi pelapor yang menyatakan laporan dugaan pelanggaran pidana pemilu terkait pertemuan sejumlah kades Pemalang di Hotel Grand Dian Pekalongan tidak ditindaklanjuti. Hal itu karena tidak ada cukup bukti. 

 

"Ini menurut kami bersifat melawan hukum dan merugikan pelapor. Padahal sudah ada dua alat bukti. Padahal Musyarofah ini kan belum ditemukan, kok sudah langsung dihentikan? Saksi kami berenam juga belum diperiksa," ucap John. 

 

Dia menilai, langkah Bawaslu Pekalongan merugikan pasangan Andika Perkasa-Hendrar Prihadi. "Secara fakta hukum Bawaslu sudah melakukan pelanggaran yang bersifat melawan hukum, dan dalam waktu dekat kami akan mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum terhadap Bawaslu (Pekalongan), terhadap pihak-pihak terkait, dalam proses hukum tersendiri nantinya, yang segera akan kita ajukan ke pengadilan," katanya. 

 

Namun John belum menyampaikan ke pengadilan mana dia dan timnya bakal menggugat Bawaslu Pekalongan. "Nanti kita akan susun," ujarnya. 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement