Senin 09 Dec 2024 19:27 WIB

BEM Unindra Jakarta Dorong Rekonsiliasi Kebangsaan Pascapilkada

Persatuan merupakan modal penting membangun Indonesia

Pemilih disabilitas netra memasukan surat suara usai melakukan pencoblosan calon gubernur Jawa Barat (Jabar) dan wali kota Bandung pada Pilkada Jawa Barat 2024 di TPS 002 Wyata Guna, Kota Bandung, Rabu (27/11/2024). Dalam pencoblosan mereka menggunakan templet atau surat suara khusus bersama seorang pendamping.
Foto: Edi Yusuf
Pemilih disabilitas netra memasukan surat suara usai melakukan pencoblosan calon gubernur Jawa Barat (Jabar) dan wali kota Bandung pada Pilkada Jawa Barat 2024 di TPS 002 Wyata Guna, Kota Bandung, Rabu (27/11/2024). Dalam pencoblosan mereka menggunakan templet atau surat suara khusus bersama seorang pendamping.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024 telah sukses digelar. Ketegangan akibat pilihan politik dalam Pilkada mestinya juga mereda.

Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Unindra PGRI Jakarta, Abdul Wahid Khaliki menilai, proses politik lima tahunan tidak boleh menjadi ruang perpecahan dan disintegrasi dalam masyarakat.

Baca Juga

Dalam keterangannya, Wahid menyinggung soal maraknya polarisasi yang berujung permusuhan akibat pilihan politik. Menurutnya, konflik dukungan politik yang terus meruncing akan berdampak pada harmonisasi kehidupan masyarakat, utamanya di kalangan akar rumput.

“Pilkada adalah instrumen demokratis untuk memilih pemimpin, bukan ajang untuk memupuk permusuhan dan disintegrasi. Perbedaan pilihan politik tidak boleh menjadi alasan untuk menghilangkan keakraban dan persaudaraan, terutama pasca pagelaran Pilkada,” kata Wahid, di Jakarta, Senin (9/12/2024). 

“Kita semua mesti paham, Pilkada hanya ‘karnaval’ demokrasi yang mempertarungkan ide-gagasan, sementara kualitas demokrasi ditentukan oleh kohesi sosial yang terbangun, keakraban warga negara, dan rekonsiliasi, termasuk di Jakarta,” lanjut aktivis HMI itu.

Wahid menyebut, Indonesia pernah berada pada kubangan disintegrasi akut akibat pilihan politik pada Pilkada DKI Jakarta 2017. Konflik politik, kata dia, berlanjut menjadi konflik sosial yang justru menyuburkan praktik fitnah, polarisasi ekstrem, hingga permusuhan.

“Kita pernah mengalami efek politik pecah-belah itu bertahun-tahun. Hari ini, kita mesti lebih dewasa menyikapi kompetisi politik elektoral. Perbedaan pilihan politik adalah kelaziman demokratis yang tidak perlu berlarut. Setelah Pilkada, semua warga negara adalah saudara,” terang Wahid.

Menurut Wahid, provokasi dan agitasi adalah musuh demokrasi yang mesti diperangi. Tidak hanya di dunia nyata, ujaran fitnah dan kebencian akibat pilihan politik juga menyebar di linimasa media sosial. Akibatnya, ketegangan antarpendukung kandidat terus menguat.

Rekonsiliasi Kebangsaan

Upaya merawat harmoni sosial pascaPilkada, menurut Wahid, tidak hanya dilakukan oleh penyelenggara pemilu. Wahid menyebut, peran masyarakat utamanya kalangan pemuda sangat signifikan untuk mengantisipasi konflik berlarut akibat kompetisi politik.

“Pasca proses politik elektoral Pilkada kali ini, publik Indonesia dihadapkan pada potensi keterbelahan dan polarisasi. Persis pada titik itu, pemuda, milenial, dan mahasiswa memiliki peran urgen untuk menjadi perekat keakraban berwarga negara melalui penguatan pendidikan politik,” kata Wahid.

“Di samping itu, para kandidat dan pendukung mesti kembali merajut harmoni melalui penguatan rekonsiliasi dan rekognisi. Hal ini penting sebagai teladan bagi pendukung dan masyarakat pemilihnya untuk menjunjung tinggi persatuan dan persaudaraan,” imbuh Wahid.

“Pilkada 2024 telah berjalan sesuai prosedur konstitusional. Kita sejak awal memang menghargai kontestasi, tetapi pada titik yang sama, kita juga mesti memiliki jiwa besar rekognisi. Saatnya semua komponen bangsa bergerak merajut kembali tenun kebangsaan pasca Pilkada,” kata dia.

BACA JUGA: Ingin Tahu Peran Turki Dukung Pemberontak dan Adu Domba Suriah? Ini Laporan Media

Bagi Wahid, proses politik Pilkada tidak akan mampu memuaskan semua pihak. Andaipun ada sengketa, prosedur konstitusional telah menyediakan ruang untuk melaporkan kepada Bawaslu tentang sengketa kecurangan, atau gugatan ke Mahkamah Konstitusi bila terkait dengan hasil.

“Kita berharap, Pilkada 2024 ini akan menjadi tonggak Pilkada di Indonesia yang diwarnai dengan politik keakraban, persaudaraan, keceriaan, dan penerimaan. Kita harus bergerak untuk menghentikan praktik permusuhan, pecah-belah, dan disintegrasi demi stabilitas dan konsolidasi membangun daerah ke depan,” tutupnya.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement