Sabtu 28 Dec 2024 11:41 WIB

Ilmuwan Barat Tuduh Masjid Umat Islam Menghadap ke Petra Bukan Ka'bah, Ini Bantahannya

Ilmuwan Islam telah melakukan kajian mendalam terkait arah kiblat.

Umat Muslim mengelilingi Kabah di Masjidil Haram, Makkah, Arab Saudi.
Foto: AP Photo/Rafiq Maqbool
Umat Muslim mengelilingi Kabah di Masjidil Haram, Makkah, Arab Saudi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Terlepas dari dokumentasi yang cukup banyak, secara umum tidak banyak yang tahu bahwa dalam sejarah peradaban Islam, astronomi dipraktikkan pada dua tingkat yang berbeda.

Yang pertama adalah apa yang sekarang kita sebut sebagai "astronomi rakyat", yang didasarkan pada apa yang bisa dilihat di langit, tanpa observasi, teori, atau perhitungan.

Baca Juga

Yang kedua adalah apa yang sekarang kita sebut "astronomi matematis", yang melibatkan program pengamatan yang serius, teori-teori dan model-model gerakan matahari, bulan dan planet-planet, serta tabel-tabel yang luas untuk menghitung posisi langit.

Pada dua abad pertama Islam, hanya tradisi pertama yang dikenal yaitu Alquran, hadits Nabi SAW, dan astronomi rakyat pra-Islam digabungkan untuk menghasilkan astronomi rakyat Islam yang khas, seperti yang ditemukan dalam كتب الأنواء , kutub al-anwā', buku-buku tentang musim dan fenomena surgawi yang terkait, dan كتب الهيئة السنية, kutub al-hay'a al-sunniyyah, buku-buku tentang kosmologi suci.

Setelah itu, hingga diperkenalkannya astronomi modern, tradisi pertama berlaku di antara para ahli hukum suci dan ahli astronomi rakyat, dan tradisi kedua berlaku di antara sekelompok kecil astronom Muslim yang kecil, tetapi sangat signifikan dan sangat aktif dan sangat kreatif.

Kedua tradisi ini memiliki pengaruh terhadap penentuan kiblat, arah suci menuju Ka'bah di Makkah. Bangunan itu sendiri berhubungan dengan langit dasar persegi panjangnya disejajarkan terutama dengan titik terbitnya bintang Canopus (سهيل, Suhayl), bintang paling terang di langit selatan, sumbu minornya mengarah ke matahari terbit musim panas (مطلع الشتاء) dan terbenamnya musim dingin (مغرب الصيف)), dan sudut-sudutnya (diberi label الشامي ، العراقي ، اليمني ، الغربي, Suriah, Irak, Yaman, Barat) menunjuk secara kasar ke arah mata angin.

Para ahli hukum dan spesialis astronomi rakyat mengembangkan cara mereka sendiri untuk menghadap Ka'bah dengan menggunakan penyelarasan astronomi. Mereka mengembangkan seperangkat skema untuk menemukan kiblat tanpa perhitungan.

Setelah pertengahan abad ke-8, para astronom mulai menghitung arah kiblat dengan menggunakan koordinat geografis (Abad Pertengahan) dan prosedur matematis, baik secara trigonometri maupun geometris atau aturan praktis.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Republika Online (@republikaonline)

BACA JUGA: Terungkap Agenda Penghancuran Sistematis Gaza Hingga tak Dapat Dihuni dan Peran Inggris

Mereka menyiapkan daftar kiblat dari ratusan tempat antara al-Andalus dan China, dan bahkan kisi-kisi kartografi yang sangat canggih yang dapat digunakan untuk menemukan kiblat untuk seluruh dunia tanpa perhitungan sama sekali.

Semua nilai kiblat ini didasarkan pada garis bujur dan lintang abad pertengahan, yang tentu saja kurang akurat dibandingkan dengan nilai kiblat modern.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement