REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Media Israel membuat reportase tentang tayangan dokumenter yang disiarkan oleh Al Jazeera sebagai bagian dari program “Apa yang Lebih Besar yang Tersembunyi”, berjudul “Thufan.” Fokusnya pada apa yang dianggap sebagai ketersingkapan yang belum pernah terjadi sebelumnya mengenai gerakan para pemimpin Hamas selama pertempuran dan rincian perencanaan operasi 7 Oktober 2023.
Saluran Israel Kan 11 menerbitkan laporan panjang mengenai film dokumenter tersebut, dengan menyatakan bahwa "rekaman tersebut menunjukkan Yahya Al-Sinwar bergerak di antara reruntuhan bangunan di Rafah dengan menyamar, di mana ia muncul mempelajari peta dan memberikan instruksi tentang cara berperang melawan tentara Israel."
Saluran tersebut menunjukkan bahwa film dokumenter tersebut menunjukkan Al-Sinwar memimpin pertempuran dari dalam sebuah bangunan yang telah “dihancurkan” oleh pasukan IDF.
Yahya Sinwar, kelahiran Oktober 1962, lahir di pengungsian, dan besar di zona peperangan di Jalur Gaza, namun Yahya Sinwar tetap berpendidikan. Yahya Sinwar tercatat memiliki gelar kesarjanaan di Universitas Islam Gaza. Pada 1980-an, Yahya Sinwar mulai aktif dalam kegiatan-kegiatan politik. Aktivismenya ketika itu sempat berujung pada pemenjaraan. Saat di Penjara Far’a, pada awal-awal 1980-an, Yahya Sinwar mulai berkenalan dengan aktivis dan pejuang-pejuang Hamas, termasuk berkelindan dalam sayap militer Hamas-Brigade al-Qassam.
Reputasi Yahya Sinwar di Hamas, paling disorot menjelang ujung 1985-an. Ketika itu, dia digelari ‘Penjagal dari Khan Younis’ dalam gerakan al-Majd. Gelar tersebut mengacu pada reputasinya yang dianggap berhasil mengidentifikasi, bahkan menghabisi orang-orang yang mengaku sebagai Palestina, tetapi berkolaborasi dan menjadi antek-antek Zionis Israel.