Senin 14 Jul 2025 19:04 WIB

Tom Lembong: Kasus Importasi Gula Ini Bak Sebuah 'Perang'

Semua pihak dalam persidangan bertarung sekeras-kerasnya untuk menang.

Terdakwa Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Tipikor, Jakarta, Rabu (9/7/2025). Sidang mantan Menteri Perdagangan tersebut beragendakan pembacaan nota pembelaan atau pledoi dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi impor gula. Dalam nota pembelaannya, tim penasihat hukum yang ditulis tangan oleh terdakwa Tom Lembong tersebut diberi judul Robohnya Hukum Kita, Kasus Tom Lembong: Sebuah Genosida atas Kejujuran yang menilai bahwa  bahwa proses jeratan hingga menjadi terdakwa dalam kasus tersebut tidak disertai dengan bukti yang cukup.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Terdakwa Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Tipikor, Jakarta, Rabu (9/7/2025). Sidang mantan Menteri Perdagangan tersebut beragendakan pembacaan nota pembelaan atau pledoi dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi impor gula. Dalam nota pembelaannya, tim penasihat hukum yang ditulis tangan oleh terdakwa Tom Lembong tersebut diberi judul Robohnya Hukum Kita, Kasus Tom Lembong: Sebuah Genosida atas Kejujuran yang menilai bahwa bahwa proses jeratan hingga menjadi terdakwa dalam kasus tersebut tidak disertai dengan bukti yang cukup.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Perdagangan (Mendag) periode 2015—2016 Thomas Trikasih Lembong (Tom Lembong) mengibaratkan persidangan kasus dugaan korupsi importasi gula yang menyeretnya sebagai terdakwa, seperti perang.

Saat membacakan duplik atau tanggapan terhadap replik penuntut umum dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin, ia menilai persidangan berlangsung dengan adanya rudal dan roket tuduhan, bantahan, kesaksian, dan keterangan, serta pro dan kontra, yang diluncurkan ke dalam medan pertempuran.

Baca Juga

"Benar-benar all hands on deck, semua pihak mengerahkan semua sumber daya demi kemenangan," ucap Tom Lembong.

Maka dari itu, istilah kabut dan asap peperangan atau 'The Fog of War", menurutnya sangat tepat menggambarkan persidangan yang telah berjalan selama kurang lebih 4 bulan itu.

Meski begitu, ia berpendapat bahwa semua pihak dalam persidangan bertarung sekeras-kerasnya untuk menang merupakan hal yang wajar dan perlu.

Namun, kata dia, saat ini persidangan sudah mencapai suatu titik untuk mengambil jeda sejenak supaya debu, abu, kabut, dan asap dari peperangan dalam persidangan dapat mengendap, sehingga udara kembali jernih dan suasana dapat kembali hening.

Dengan demikian, sambung Tom Lembong, Majelis Hakim dapat mempertimbangkan dan merenungkan perkara yang menyeretnya sebagai terdakwa dengan pikiran, hati, dan jiwa yang tenang dan jernih.

"Karena kalau masih tetap suasana abu, debu, asap, kabut, dan berisik, maka akan sulit untuk dapat mewujudkan keadilan melalui proses nurani yang tenang dan dalam," tuturnya.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Republika Online (@republikaonline)

 

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement