Senin 13 Jan 2014 20:34 WIB

Kontras Desak Polri Hentikan Rekayasa Kasus

Red: Taufik Rachman
KONTRAS
KONTRAS

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) mendesak Polri untuk mengambil berbagai langkah yang efektif guna menghentikan praktik rekayasa kasus yang disinyalir masih terjadi di sejumlah daerah.

"Kontras meminta Polri dan jajaran penegak hukum lainnya untuk segera mengambil tindakan-tindakan yang signifikan dan progresif untuk mencegah dan memulihkan kasus demi kasus yang direkayasa," kata Kepala Divisi Advokasi dan HAM Kontras Yati Andriyani.

Menurut dia, sejumlah putusan hukum Mahkamah Agung akhir-akhir ini menunjukkan bahwa aparat penegak hukum dalam melakukan penyidikan masih mengandalkan pengakuan korban atau pelaku dengan cara-cara penyiksaan dan penyalahgunaan diskresi atau kewenangan.

Dari berbagai kasus yang diterima Kontras, lanjutnya, ada banyak petunjuk dan keterangan korban bahwa proses hukum di kepolisian tidak dilakukan secara profesional.

"Kami berkesimpulan bahwa kewenangan penegak hukum yang dimiliki oleh polisi sering dijadikan alat yang mudah dan ampuh untuk menarget atau menjadikan seseorang sebagai pesakitan di mata hukum," katanya.

Ia mengungkapkan sejumlah hal yang kerap terjadi dalam rekayasa kasus, antara lain kasus perdata yang dijadikan kasus pidana, misalnya kasus utang piutang yang menjadi penipuan, pencurian, atau penggelapan.

Selain itu, lanjutnya, terdapat modus seperti kasus sengketa tanah masyarakat dengan perusahaan menjadi pidana perusakan atau penyerobotan.

Adapun kasus yang terkait dengan kepemilikan narkoba karena praktik tangkap tangan, seperti razia, dinilai juga sangat rentan direkayasa.

Kasus-kasus pembunuhan atau pencurian berpotensi terjadi kesalahan identifikasi pelaku berdampak pada semua proses penyidikan selanjutnya yang penuh rekayasa karena metode penyidikan yang masih lekat dengan penyiksaan dan minimnya akses bantuan hukum yang memadai bagi tersangka.

Terdapat pula "pemaksaan" kasus tindak pidana. Misalnya, kasus-kasus kebebasan beragama dan berkeyakinan.

Kontras menilai terdapat tiga kategori kelas sosial masyarakat yang kerap berpotensi terjadinya rekayasa kasus dan/atau kriminalisasi terhadap seseorang, antara lain masyarakat miskin yang tidak punya atau tidak bisa mendapatkan informasi.

Kategori lainnya, kelas menengah yang bisa mendapatkan informasi tetapi tidak punya jarinan dengan "kekerasan" dan kelas atas yang memiliki punya uang cukup dan akses kekuasaan.

Untuk itu, Kontras meminta Presiden, DPR RI, dan institusi penegak hukum lainnya secara serius memeriksa aturan, kapasitas individual penegak hukum, dan mekanisme koreksi yang potensi digunakan untuk memeriksa dugaan rekayasa kasus.

Selain itu, Polri juga diminta mengedepankan akuntabilitas dan keterbukaan institusi serta DPR diharapkan dapat memaksimalkan fungsi pengawasan terhadap kinerja Polri dan Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement