Selasa 25 Jul 2017 20:46 WIB

Ini Cerita Muchtar Effendi Soal Novel Bawesdan...

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Agus Yulianto
Tersangka kasus dugaan suap pilkada Muchtar Effendi mengikuti rapat dengar pendapat dengan Panitia Khusus (Pansus) angket Komisi Pemberantasan Korupsi di komplek Parlemen, Jakarta, Selasa (25/7).
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Tersangka kasus dugaan suap pilkada Muchtar Effendi mengikuti rapat dengar pendapat dengan Panitia Khusus (Pansus) angket Komisi Pemberantasan Korupsi di komplek Parlemen, Jakarta, Selasa (25/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Terpidana kasus pemberian keterangan palsu di Mahkamah Konstitusi (MK) Muchtar Effendi mengungkap, selain mendapat ancaman dimiskinkan dan dipenjarakan selama 20 tahun oleh Novel Baswedan, dia juga pernah diancam dibunuh jika keluar dari penjara. Hal itu, kata Muchtar, disampaikan Novel saat ia selesai menjalani pemeriksaan di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Kata-kata tersebut dikeluarkan Novel, lantaran Muchtar tidak mengikuti arahan yang dikehendaki KPK berkaitan kasus tersebut. "Novel berkata, jika Pak Muchtar keluar nanti saya akan bunuh Pak muchtar. Kita satu lawan satu. Karena setiap saya diperiksa dia tidak pernah ada kecocokan. Kita nggak boleh dipaksain dong, kan gitu. Akhirnya dia keluarkan kata-kata itu," ujar Muchtar saat memberi keterangan di rapat dengar pendapat dengan Panitia Khusus Angket terhadap KPK di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Selasa (25/7).

Tak hanya itu, Novel juga mengancam akan merampas dan membakar perusahaan milik Muchtar yang juga dipaksakan KPK disebut milik Akil Muchtar. Bahkan yang lebih parah, Novel mengancam akan menculik hingga membunuh anak Muchtar.  "Itu dilakukan kalau tidak mau ikuti arah mereka," ujar Muchtar.

Muchtar bercerita, terhadap ancaman tersebut, ia pun tidak pernah gentar dan tidak akan mengikuti kemauan arahan penyidik KPK. Namun, dari rentetan ancaman tersebut, ada satu ancaman yang ia tidak pernah lupakan dan pernah ia lawan langsung di depan Novel.

Kejadiannya saat Novel membawa-bawa nama Tuhan ketika kembali berupaya mengancam Muchtar. "Novel mengatakan: ketahuilah Pak Muchtar bahwa Allah itu dua. Waduh pak, darah saya sampai kering rasanya. Kalau Allah Pak Muchtar pembohong, kalau Allah saya jujur. Saya pukul meja: kau jangan bawa-bawa Allah, jangan kau duakan Allah. Sempat ada keributan, dia borgol saya," ungkapnya.

Menurutnya, kedatangan dirinya dalam Pansus Angket KPK juga demi memintai keadilan yang selama ini tidak pernah dirasakannya selama dalam penanganan kasus di KPK. Ia menyebut, ketidakadilan justru diterimanya mulai dari disebut memberi keterangan palsu, menghalangi-halangi penyidikan di KPK yang membuatnya mendekam lima tahun di penjara.

Bahkan setelah tiga tahun mendekam, ia kembali ditetapkan sebagai tersangka, kali ini dengan tuduhan terlibat kasus suap berkaitan kasus Akil Muchtar. Tak hanya itu, sebagai terpidana kasus menghalang-halangi penyidikan dan pemberi keterangan palsu, harta-harta yang disita KPK tidak juga dikembalikan oleh KPK.

"KPK sengaja tidak mengizinkan saya agar tidak mendapatkan hak-hak napi sesuai putusan MA. Mereka halangi lagi dengan kirim surat saya sebagai tersangka baru pasal suap padahal putusan yang sudah inkrah tidak terbukti adanya penyuapan," ujarnya.

Selain itu, KPK juga menurutnya kerap membayar saksi-Saksi demi memuluskan keinginannya dalam penanganan kasus. "Mereka bayar saksi-saksi, Miko panji, Diki, Nugroho. Saya tau mereka. Mereka baru kerja dua bulan tapi mereka bisa bersaksi di bulan yang luar itu, ada buktinya," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement