Jumat 21 May 2021 20:50 WIB

842 TKA di KEK Galang Batang Kembali ke China

Jumlah tenaga kerja asal China yang masih bekerja di KEK Galang Batang 1.246 orang.

Red: Nidia Zuraya
Tenaga kerja asing (TKA) asal China (ilustrasi).
Foto: Antara
Tenaga kerja asing (TKA) asal China (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, BINTAN -- Tenaga Kerja Asing (TKA) asal China yang bekerja di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Galang Batang berangsur-angsur kembali ke negaranya, kata Kepala Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau, Indra Hidayat."Jumlah TKA asal China yang sudah kembali ke negaranya berjumlah 842 orang," ujarnya, di Bintan, Jumat (21/5).

Indra menjelaskan jumlah tenaga kerja asal China yang masih bekerja di-KEK, yang dikelola PT Bintan Alumina Indonesia saat ini sebanyak 1.246 orang. TKA tersebut akan dipulangkan ke China setelah selesai bekerja di perusahaan tersebut.

Baca Juga

"Mereka bekerja berdasarkan kontrak kerja, dalam waktu terbatas, dan sesuai ijin yang diberikan pemerintah. Mereka akan kembali ke China setelah menyelesaikan kewajibannya," ujarnya.

Pembangunan PLTU dan smelter(pabrik pengelolaan bahan tambang) sudah selesai dikerjakan. TKA yang merupakan tenaga ahli dipastikan kembali ke negaranya, kecuali PT BAI meningkatkan kapasitas smeltersehingga membutuhkan daya listrik yang tinggi.

"PT BAI ada rencana meningkatkan kapasitas smelter sehingga akan membangun PLTU dengan kapasitas yang besar. Tentu dalam proses pembangunan PLTU itu membutuhkan tenaga ahli," ucapnya.

Sebelumnya, Direktur Utama PT BAI, Santoni mengatakan perusahaan yang dipimpinnya menargetkan ekspor perdana alumina ke Malaysia pada pertengahan tahun 2021."Kami mulai ekspor alumina pada Juni atau Juli 2021. Ekspor perdana ke Malaysia," kata Santoni.

Ia mengatakan PT BAI mulai membeli batu bauksit untuk diolah menjadi alumina pada Maret 2021. Perusahaan itu tidak hanya melirik bauksit lokal seperti dari Pulau Bintan, Lingga dan Karimun, melainkan juga wilayah lainnya.

"Tahun ini, PT BAI menargetkan 1 juta ton untuk dikelola menjadi alumina," katanya.

Perusahaan dengan realisasi investasi lebih dari Rp13 triliun di-KEK Galang Batang, Bintan itu belum melakukan ekspor ke perusahaan penerbangan Amerika Serikat karena produksi tahap awal dari pabrik pengelolaan hasil tambang (smelter) baru memproduksi alumina. Sementara kebutuhan perusahaan penerbangan Amerika Serikat adalah alumunium.

"Untuk memproduksi alumunium, perusahaan harus meningkatkan kapasitas pabrik dan mesin ke tahap ketiga. Sekarang perusahaan kami baru masuk tahap pertama," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement