Kamis 12 Aug 2021 21:34 WIB

Kolaborasi Pengembang dan Stakeholders Menghadapi Pandemi

Pelaku industri realestat berharap terobosan stimulus akibat pandemi perlu dipercepat

Red: Hiru Muhammad
pelaku industri realestat berharap terobosan stimulus akibat dampak negatif dari pandemi covid-19 yang diberikan oleh  pemerintah, perbankan dan stakeholders lainnya perlu percepatan, sinkronisasi dan konsistensi sehingga mampu kembali menggairahkan pasar.  Hal itu disampaikan  Arvin Fibrianto Iskandar, Ketua Dewan Pengurus Daerah (DPD) Realestat Indonesia (REI) DKI Jakarta, pada pembukaan acara webinar
Foto: istimewa
pelaku industri realestat berharap terobosan stimulus akibat dampak negatif dari pandemi covid-19 yang diberikan oleh pemerintah, perbankan dan stakeholders lainnya perlu percepatan, sinkronisasi dan konsistensi sehingga mampu kembali menggairahkan pasar. Hal itu disampaikan Arvin Fibrianto Iskandar, Ketua Dewan Pengurus Daerah (DPD) Realestat Indonesia (REI) DKI Jakarta, pada pembukaan acara webinar "Bertahan Menghadapi Pandemi; Realita Pengembang & Solusi Dukungan Perbankan", yang diselenggarakan DPD REI DKI Jakarta, Kamis, (12/8).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Di tahun ke-2 Pandemi Covid-19, di tengah berbagai kesulitan yang menimpa dunia usaha, industri realestat  adalah salah satu sektor yang tetap harus mampu menjaga optimismenya untuk bisa bertahan. Dan harus diakui bahwa industri realestat adalah salah satu sektor yang terkena imbas krisis terdalam. 

Belajar dari pengalaman krisis demi krisis terdahulu yang dialami Indonesia, maka pelaku industri realestat berharap terobosan stimulus akibat dampak negatif dari pandemi covid-19 yang diberikan oleh  pemerintah, perbankan dan stakeholders lainnya perlu percepatan, sinkronisasi dan konsistensi sehingga mampu kembali menggairahkan pasar.

Hal itu disampaikan  Arvin Fibrianto Iskandar, Ketua Dewan Pengurus Daerah (DPD) Realestat Indonesia (REI) DKI Jakarta, pada pembukaan acara webinar "Bertahan Menghadapi Pandemi; Realita Pengembang & Solusi Dukungan Perbankan", yang diselenggarakan DPD REI DKI Jakarta, Kamis, (12/8).

Menurut Arvin, harus diakui saat ini permintaan pasar belum membaik. Walaupun data yang dirilis Badan Pusat Statistik baru-baru ini memperlihatkan tren membaik, tetapi banyak pengembang khususnya yang bergerak dalam pembangunan apartemen, perkantoran, mal dan hotel masih cukup berat.

"Karena itu kami pelaku realestat berharap agar para stakeholder khususnya di bidang perbankan mengetahui secara persis kesulitan yang dihadapi pengembang saat ini. Kami minta kebijakan selektif perbankan dalam memberikan kredit dilihat kembali. Dilapangan laporan cancellation pengajuan KPR dan KPA masih sangat  tinggi.  Mari kita bersama-sama mencari solusi, sehingga industri realestat bisa kembali normal dan bertumbuh," tambahnya.

Pengembang lanjut Arvin, saat ini sudah melakukan berbagai strategi  agar efisien dan menjaga untuk bertahan agar cashflow perusahaan tidak terus terpuruk. Karena itu REI meminta beberapa kebijakan antara lain berupa Fleksibilitas KPR (approval KPR & KPA dipercepat, cancelation konsumen dapat di-minimize), Restrukturisasi Modal Kerja &Project Loan serta Recheduling Pembayaran 

"Dari kebijakan-kebijakan itu kami berharap tahun 2021 menjadi time to buy property karena jaminan dari debitur properti itu adalah jaminan agunan yang solid yang nilainya akan terus naik setiap tahun," tambahnya.

 

Solusi Stakeholders

Kegiatan webinar yang dilakukan melalui media Zoom ini dihadiri oleh sejumlah narasumber diantaranya dari Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keungan (OJK) dan Perbankan. Merespon masukan REI DKI Jakarta terkait stimulus yang bisa diberikan menurut Eddy Manindo Harahap, Direktur Eksekutif Departemen Pengendalian Kualitas Pengawasan Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK)  sudah menerbitkan POJK terkait stimulus covid-19 dan melakukan sinkronisasi terhadap aturan-aturan agar implementasi kebijakan berjalan dengan cepat dan tepat.

Kebijakan relaksasi menurutnya dimaksudkan agar bank dapat membantu debitur pada sektor yang terdampak dan bank segera melakukan restrukturisasi untuk debitur yang berkinerja baik namun terdampak, termasuk debitur pengembang.

OJK juga meminta Bank tidak ragu membantu debitur terdampak yang memang membutuhkan dana segar untuk menjalankan bisnisnya. "Ada beberapa kebijakan untuk debitur terkena dampak covid-19 diantaranya bahwa bank dapat memberikan kredit yang baru kepada debitur terdampak Covid-19 dan Penetapan kualitas kredit tersebut dilakukan secara terpisah dengan kualitas kredit sebelumnya," tambahnya

Namun lanjutnya Bank dapat menyesuaikan mekanisme persetujuan restrukturisasi kredit dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian. "Selama pandemi covid-19 ada 101 bank yang telah melakukan restrukturisasi kredit  terhadap 5,16 juta debitur dengan total outstanding sebesar Rp772 triliun," tambahnya.

Kurniawan Agung Wijayanto, Deputi Direktur Departemen Kebijakan Makroprudensial Bank Indonesia (BI),  pada kesempatan tersebut menjelaskan bahwa kondisi industri realestat  sampai dengan Juli 2021 jauh lebih baik dari tahun lalu. Hasil riset BI terbaru menggambarkan bahwa hampir semua segmen angka pertumbuhannya positif. 

"Pertumbuhan KPR meningkat seiring stimulus kebijakan yang diberikan oleh pemerintah, BI dan otoritas terkait. Walaupun kembali kontraksi akibat pemberlakuan PPKM namun seiring demand yang cukup kuat diperkirakan akan kembali menguat," katanya.

Sementara itu, Executive Vice President Consumers Loan Group PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk. Ignatius Susatyo Wijoyo pada kesempatan itu mengatakan bahwa Bank Mandiri telah melakukan beberapa langkah antisipasi selama pandemi, menyesuaikan kebutuhan pasar.

"Beberapa langkah antisipasi untuk meningkatkan penyaluran KPR/KPA diantaranya adalah  suku bunga rendah satu digit sampai 3,88 persen, keringanan biaya-biaya KPR, Pembiayaan KPR sampai 100 persen,  dengan memberikan kemudahan dan persyarat KPR/KPA calon debitur," katanya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement