Rabu 29 Dec 2021 19:24 WIB

120 Pengungsi Rohingya Masih Terombang Ambing di Laut Dekat Aceh

Kapal yang mengangkut para pengungsi Rohingya dilaporkan alami kerusakan pada mesin.

Rep: Fergi Nadira/ Red: Teguh Firmansyah
 Foto handout tak bertanggal yang disediakan oleh kelompok nelayan Bireuen menunjukkan pengungsi Rohingya terdampar di perahu kayu di perairan Bireuen, provinsi Aceh. Puluhan pengungsi Rohingya yang diyakini menuju ke Malaysia, terdampar di atas perahu kayu di perairan lepas pantai Provinsi Aceh, setelah mengalami masalah mesin.
Foto: EPA-EFE/BIREUEN FISHERMAN GROUP
Foto handout tak bertanggal yang disediakan oleh kelompok nelayan Bireuen menunjukkan pengungsi Rohingya terdampar di perahu kayu di perairan Bireuen, provinsi Aceh. Puluhan pengungsi Rohingya yang diyakini menuju ke Malaysia, terdampar di atas perahu kayu di perairan lepas pantai Provinsi Aceh, setelah mengalami masalah mesin.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekurangnya 120 pengungsi Rohingya masih berada di perairan Bireuen, dekat Laut Aceh hingga Rabu (29/12). Direktur Geutanyoe Foundation, sebuah yayasan kemanusiaan yang berbasis di Aceh, Reza Maulana mencatat 120 pengungsi Rohingya terdiri dari 11 laki-laki dan sisanya perempuan dan anak-anak.

"Para pengungsi tidak dapat diselamatkan, bahkan dibatasi oleh Hukum Indonesia di laut, terutama oleh angkatan laut Indonesia. Sementara itu Kabupaten Bireuen juga belum siap menerima pengungsi akibat merebaknya virus Covid-19 yang dapat diselesaikan dengan serangkaian proses pemeriksaan dan protokol kesehatan," ujar Reza kepada Republika.co.id, Rabu (29/12).

Baca Juga

Kapal yang mengangkut para pengungsi Rohingya dilaporkan mengalami kerusakan pada mesinnya dan bocor sehingga dapat menyebabkan kapal tenggelam. Kekhawatiran menguat oleh karena cuaca yang terjadi belakangan dan kapal bisa saja tidak bertahan lama, apalagi jika terpaksa harus terus berlayar.

"Pemerintah Indonesia tidak bisa hanya duduk dan melihat orang-orang itu tenggelam dan sekarat. Jika situasinya ditinggalkan, kami akan menyelamatkan jasad tak berdosa dari laut alih-alih menyelamatkan orang-orang," katanya.

Reza mendesak agar pemerintah RI mengambil tindakan darurat sebagai respon kemanusiaan. Diketahui Danlanal sudah mencapai kapal tersebut.

Reza mewakili Geutanyoe mendesak pemerintah RI untuk menerapkan Peraturan Presiden Nomor 125 Tahun 2016 tentang Penanganan Pengungsi melalui, segera turun dan melakukan tanggap darurat kemanusiaan bagi yang terdampar pengungsi di Bireuen, Aceh. Kemudian, mengaktifkan Satgas Tanggap Pengungsi Aceh (PPLN) untuk berkoordinasi dan bekerja sama dengan organisasi internasional dan LSM lokal untuk memberikan bantuan teknis dan tanggap darurat.

Pemerintah RI juga diminta memerintahkan TNI Angkatan Laut dan pemangku kepentingan penegak hukum lainnya untuk membantu menurunkan proses bukannya menghambat dan membatasi proses.

Reza mengatakan, pemerintah harus memastikan setiap orang yang terlibat dalam proses aksi kemanusiaan tidak dapat dikriminalisasi oleh pihak manapun dan pemangku kepentingan penegakan hukum dengan segala ketidakpastian hukumnya.

Direktur Amnesty International Indonesia, Usman Hamid mengatakan, para nelayan telah meminta pemerintah setempat untuk menyelamatkan pengungsi yang terdampar. "Perlu ada tanggung jawab bersama antar negara kawasan untuk melakukan pencarian dan penyelamatan agar (pengungsi) terhindar dari bahaya di laut," kata Direktur Eksekutif Amnesty Indonesia Usman Hamid.

Seorang tokoh masyarakat nelayan setempat memperkirakan jumlah penumpang kapal sebanyak 120 orang. Dia mengatakan, mereka telah diberi makanan. Sementara itu Kementerian Luar Negeri RI mengatakan, masalah ini sudah tertangani oleh Satgas Pengungsi di bawah koordinasi Menko Polhukam. Hingga saat ini, Republika.co.id masih menunggu respon pihak Kemenkopolhukam.

Pada Senin (27/12), Badan Pengungsi Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNHCR) mengatakan, kapal yang membawa Rohingya terlihat pada Ahad (26/12) di perairan Bireuen, Aceh dan sedang bekerja dengan pihak berwenang setempat untuk menyelamatkan kelompok pengungsi tersebut.

Pengungsi Rohingya dari Myanmar telah bertahun-tahun berlayar ke negara-negara seperti Malaysia, Thailand dan Indonesia antara November dan April ketika laut tenang.

Lebih dari 730 ribu Muslim Rohingya melarikan diri dari Myanmar pada Agustus 2017 setelah tindakan keras militer yang menurut para pengungsi termasuk pembunuhan massal dan pemerkosaan. Kelompok hak asasi mendokumentasikan pembunuhan warga sipil dan pembakaran desa.

Pihak berwenang Myanmar mengatakan mereka memerangi pemberontakan dan menyangkal melakukan kekejaman sistematis. Ratusan pengungsi Rohingya telah mencapai Aceh secara berkala selama beberapa tahun terakhir, yang semuanya telah melaut selama berbulan-bulan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement