Kamis 01 Sep 2022 18:22 WIB

Soal Isu Kenaikan BBM, Pengamat Singgung Soal Ketepatan Subsidi

Pemerintah memberikan subsidi mencapai Rp6.800 untuk setiap liter bahan bakar ini.

Red: Gilang Akbar Prambadi
Pengendara motor antre membeli bahan bakar minyak (BBM) pertalite di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di Jalan Jaksa Agung Suprapto, Surabaya, Jawa Timur, Rabu (31/8/2022). Antrean di sejumlah SPBU di Surabaya tersebut terkait adanya rencana kenaikan harga BBM jenis pertalite dan solar.
Foto: ANTARA/Didik Suhartono
Pengendara motor antre membeli bahan bakar minyak (BBM) pertalite di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di Jalan Jaksa Agung Suprapto, Surabaya, Jawa Timur, Rabu (31/8/2022). Antrean di sejumlah SPBU di Surabaya tersebut terkait adanya rencana kenaikan harga BBM jenis pertalite dan solar.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Isu penyesuaian harga BBM bersubsidi karena tekanan terhadap APBN semakin lama semakin besar. Direktur Eksekutif Next Policy, Fithra Faisal Hastiadi mengatakan, data menyebutkan masyarakat yang menikmati subsidi BBM 80 persen adalah orang-orang mampu, sementara 20 persen masyarakat kurang mampu.

Menurut dia, ketika ada penyesuaian harga BBM akan ada dampak inflasinya. Hal ini yang harus dijaga melalui mekanisme pengalihan anggaran yang sebelumnya difokuskan pada subsidi energi, dibalikkan prioritasnya kepada masyarakat yang betul-betul membutuhkan.

Baca Juga

“Indonesia juga sudah tidak lagi menjadi produsen minyak, tetapi importir minyak karena kebutuhan kita jauh lebih besar dari kuota yang tersedia. Dari pengalihan subsidi BBM nanti bisa dibangun infrastruktur, investasi ke pendidikan, yang mana jauh lebih prioritas dibanding membakar subsidi di jalan,” kata Fithra di Jakarta, Kamis (19/2022).

Fithra menambahkan, Presiden Jokowi konsisten memberikan bantuan sosial yang pastinya akan bertambah terus. Namun, ada kecenderungan ketika masyarakat diberikan bantuan dana langsung konsumtif yang pada akhirnya tidak berpikir jangka panjang. 

“Hal yang bisa diperbaiki sekarang adalah bagaimana memperbaiki data, bagaimana agar masyarakat tidak terkena dampak paling parah, dan bagaimana menjaga anggaran negara tidak terlalu terbebani. Pilihan ini tidak mudah, tapi harus sudah dipikirkan oleh pemerintah,” kata dia.

Dilansir dari Antara, Presiden Jokowi mengatakan Pemerintah masih menghitung dengan hati-hati harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi, khususnya jenis solar dan pertalite.

"BBM semuanya masih pada proses dihitung, dikalkulasi dengan hati-hati," kata Presiden saat ditemui seusai peluncuran teknologi "5G Smart Mining" di wilayah Tambang Grasberg, Mimika, Papua, Kamis.

Pada tahun ini, anggaran subsidi BBM dan LPG mencapai Rp149,4 triliun, dan subsidi listrik mencapai Rp59,6 triliun. Lalu, kompensasi BBM mencapai Rp252,5 triliun dan kompensasi listrik mencapai Rp41,0 triliun. Dengan itu, total anggaran subsidi dan kompensasi mencapai Rp502,4 triliun.

Jumlah ini berpotensi membengkak hingga Rp698 triliun atau naik Rp195,6 triliun, apabila konsumsi terus meningkat. Hal itu karena harga jual eceran (HJE) BBM bersubsidi jauh lebih rendah dibandingkan harga jual seharusnya atau keekonomiannya.

Dalam kesempatan sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memaparkan HJE solar yang ditetapkan oleh PT Pertamina (Persero) dengan seizin pemerintah sebesar Rp5.150 per liter, sedangkan harga keekonomiannya sudah mencapai Rp13.950 per liter.

Sementara itu, ia mengatakan HJE pertalite yang ditetapkan sebesar Rp7.650, harga keekonomiannya sudah mencapai Rp14.450 per liter. Dengan demikian, pemerintah memberikan subsidi mencapai Rp6.800 untuk setiap liter bahan bakar ini.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement